Hitstat

30 November 2016

1 Yohanes - Minggu 15 Rabu



Pembacaan Alkitab: 1 Yoh. 3:22-24
Doa baca: 1 Yoh. 3:23
Dan inilah perintah-Nya: Supaya kita percaya kepada nama Yesus Kristus, Anak-Nya, dan saling mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus kepada kita.


Perasaan bersalah dari hati nurani dalam hati yang terhukum adalah suatu penghalang bagi doa kita. Hati nurani yang tanpa cela dalam hati yang tenang bisa meluruskan dan menjernihkan jalan bagi permohonan kita kepada Allah.

Dalam ayat 22, menuruti segala perintah-Nya bukanlah menuruti perintah hukum Musa dengan usaha dan kekuatan kita sendiri, melainkan suatu bagian dari kehidupan orang beriman yang diperhidupkan dari hayat ilahi yang tinggal di dalam mereka, dengan kebiasaan memelihara atau menuruti perintah Tuhan dalam Perjanjian Baru melalui operasi batiniah kuasa hayat ilahi. Pemeliharaan perintah Tuhan mendampingi pelaksanaan hal-hal yang menyenangkan dalam pandanganNya secara terus-menerus, dan hal itu menjadi prasyarat jawaban Allah atas doa-doa kita, dan membentuk syarat kehidupan yang tinggal di dalam Tuhan (ayat 24).

Ayat 23 adalah ringkasan perintah-perintah dalam ayat-ayat sebelum dan sesudahnya. Semua perintah dapat diringkas menjadi dua: percaya kepada nama Anak Allah, Yesus Kristus, dan mengasihi satu sama lain. Yang pertama berkaitan dengan iman; yang kedua berkaitan dengan kasih. Memiliki iman berarti menerima hayat ilahi dalam hubungan kita dengan Tuhan; mengasihi adalah menempuh kehidupan yang ilahi dalam hubungan kita dengan saudara-saudara. Iman menjamah sumber hayat ilahi; kasih mengekspresikan esens hayat ilahi. Keduanya diperlukan oleh kaum beriman untuk menempuh kehidupan tinggal di dalam Tuhan. Menurut Injil Yohanes, iman dan kasih adalah dua syarat bagi kita untuk menikmati Allah. Untuk menerima Allah dan menikmati Dia, kita perlu percaya kepada Tuhan Yesus. Kita juga perlu mengasihi Dia dan mengasihi satu sama lain.

Jika kita menuruti segala perintah Tuhan dengan hidup di dalam realitas ilahi, kita akan tinggal di dalam Dia, dan Dia di dalam kita. Kita tinggal di dalam Tuhan, maka Dia tinggal di dalam kita. Tinggalnya kita di dalam Dia adalah syarat bagi tinggalnya Dia di dalam kita (Yoh. 15:4). Kita menikmati tinggalnya Dia di dalam kita melalui tinggal di dalam Dia.

Satu Yohanes 3 menyimpulkan dengan satu kata mengenai Roh (ay. 24). Ini menunjukkan bahwa apa yang diungkapkan dalam pasal ini adalah satu perkara Roh yang berhuni, pemberi hayat, majemuk, dan almuhit. Dalam ayat ini Yohanes tidak membicarakan Roh Allah atau Roh Kudus; dia membicarakan Roh itu. Kapan saja Perjanjian Baru menyebutkan Roh itu, sebutan ini mengacu kepada Roh yang berhuni, pemberi hayat, majemuk, dan almuhit. Dalam pasal terakhir dalam Alkitab, kita mempunyai satu kata mengenai Roh itu (Why. 22:17). Roh itu lebih almuhit daripada Roh Allah dan Roh Kudus. Roh itu mengacu kepada Roh itu yang belum ada (Yoh. 7:39) sebelum Kristus dimuliakan. Sekarang karena Kristus sudah bangkit, Roh itu sudah ada. Karena itu, kita tinggal di dalam Tuhan dan Dia tinggal di dalam kita oleh Roh itu yang telah Dia berikan kepada kita.


Sumber: Pelajaran-Hayat 1 Yohanes, Buku 1, Berita 29

29 November 2016

1 Yohanes - Minggu 15 Selasa



Pembacaan Alkitab: 1 Yoh. 3:21
Doa baca: 1 Yoh. 3:21
Saudara-saudaraku yang terkasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah.


Orang Kristen sering membicarakan tentang mengenal Allah. Akan tetapi, konsepsi mereka adalah pengetahuan yang objektif tentang Allah yang agung dan maha kuasa. Tetapi di sini Rasul Yohanes tidak mengajar kita untuk mengenal Allah secara objektif seperti itu. Sebaliknya, perkataan Yohanes di sini adalah tentang mengenal Allah dengan cara yang sangat subjektif. Beberapa orang mungkin membicarakan Allah yang maha kuasa yang memerintah alam semesta, tetapi di sini Yohanes membicarakan Allah yang di dalam hati kita. Dia tidak mengatakan tentang Allah yang perkasa, tentang Allah yang agung; sebaliknya dia membicarakan Allah yang riil. Allah bukan hanya tidak terhingga, tidak terbatas, dan di luar pemahaman kita; Dia juga cukup kecil untuk berada dalam hati kita. Ketika Allah menjadi pengalaman kita, Dia bukan hanya persona yang di atas takhta yang seluas alam semesta, tetapi juga adalah persona yang ada dalam hati kita.

Di mana Anda mengenal Allah? Mengatakan bahwa Anda mengenal Allah di alam semesta adalah pembicaraan secara agamawi. Saya tentu saja percaya bahwa Allah itu agung dan maha kuasa. Tetapi di sini saya berbeban untuk menjelaskan bahwa Perjanjian Baru menyuruh kita mengenal Allah yang telah masuk ke dalam diri kita, persona yang berhuni di dalam roh kita, dan ingin meluas ke dalam seluruh bagian lubuk hati kita. Karena itu, kita perlu mengenal Allah dalam hati kita.

Dalam 3:20 Yohanes tidak mengatakan bahwa Allah lebih besar daripada alam semesta. Di sini Yohanes mengatakan bahwa Allah lebih besar daripada hati kita. Cara penulisan ini menyatakan bahwa pengetahuan kita tentang Allah harus berdasarkan pengalaman. Mengenal Allah bukanlah satu perkara alam semesta, tetapi perkara hati kita. Apakah hati Anda damai? Apakah hati Anda teduh? Ini berhubungan dengan pengenalan Anda terhadap Allah. Beberapa orang mungkin mengatakan bahwa mereka mengenal Allah. Tetapi mereka mungkin mengenal Dia secara agamawi, secara objektif. Kita perlu mengenal Allah dalam hati kita, dalam hati nurani kita. Mengenal Allah secara demikian berarti Allah yang agung, maha kuasa, tidak terbatas, menjadi riil bagi kita dalam hati nurani kita. Jika hati nurani kita mengusik kita, ini berarti Allah juga mempunyai satu masalah dengan kita.

Dalam pengenalan kita secara pengalaman, Allah itu kecil, bukan tak terbatas. Seorang saudara mungkin berbantah dengan Allah; mengira Allah tidak sepantasnya menyusahkan hati nuraninya mengenai suatu masalah. Seandainya saudara itu berkata kepada Allah, “Mengapa hati nuraniku menyusahkanku mengenai istriku? Istriku salah, dan aku benar. Istriku menyebabkan masalah, dan aku telah berusaha menghindari percekcokan. Tetapi istriku mencoba memaksaku mengatakan sesuatu. Lalu, mengapa hati nuraniku menyusahkanku tentang caraku menyatakan perasaan? Ini tidak adil!” Tetapi tidak peduli berapa banyak saudara itu berbantah dengan Allah, Allah tidak akan menuruti kemauannya. Melainkan, Allah akan setuju dengan hati nurani saudara itu dalam menyalahkan dia.


Sumber: Pelajaran-Hayat 1 Yohanes, Buku 1, Berita 29

28 November 2016

1 Yohanes - Minggu 15 Senin



Pembacaan Alkitab: 1 Yoh. 3:19-20
Doa baca: 1 Yoh. 3:20
Bilamana hati kita menuduh kita. Sebab Allah lebih besar daripada hati kita serta mengetahui segala sesuatu.


Dalam berita ini kita akan membahas 1 Yohanes 3:19-24. Dalam ayat 19 “kebenaran” menyatakan realitas hayat kekal, yang kita terima dari Allah saat kelahiran ilahi kita. Kita telah menerima hayat ilahi yang memungkinkan kita mengasihi saudara dengan kasih ilahi. Melalui mengasihi saudara dengan kasih ilahi, kita tahu bahwa kita berasal dari realitas ini.

Menurut perkataan Yohanes, jika kita mengasihi dalam kebenaran, kita juga akan boleh “menenangkan” hati kita di hadapan Allah. Menenangkan hati kita di hadapan Allah adalah memiliki satu hati nurani yang tidak berhutang (1Tim. 1:5, 19; Kis. 24:16), sehingga hati kita bisa dihiburkan, taat, diyakinkan, dijamin, dan diteduhkan. Ini juga adalah syarat kehidupan yang tinggal di dalam Tuhan. Tinggal di dalam Tuhan menuntut adanya satu hati yang tenang dengan hati nurani yang tidak berhutang. Ini juga sangat penting bagi persekutuan kita dengan Allah, yang dibahas dalam bagian pertama surat ini. Hati yang terganggu dengan hati nurani yang berhutang bisa menghalangi kita untuk tinggal di dalam Tuhan dan merusak persekutuan kita dengan Allah.

Jika kita mempunyai keyakinan bahwa kita berada di dalam kebenaran ilahi, kita akan dapat meyakinkan, menenangkan, dan menjamin hati kita dan membuat hati kita teduh. Kalau tidak, akan ada kekacauan di dalam, karena hati kita akan protes bahwa kita tidak mengasihi menurut kasih ilahi. Jika kita ingin hati kita menjadi teduh, kita perlu hidup dengan hayat ilahi di dalam hubungan dengan setiap orang dan setiap hal. Misalnya, saya dengan sembarangan melempar sesuatu ke samping. Saya tahu dari pengalaman bahwa jika saya melakukan ini, hati saya akan tidak damai. Agar hati saya teduh, saya perlu benar terhadap setiap hal.

Sebenarnya hati nurani kitalah yang menuduh (menyalahkan) kita; hati nurani bukan hanya bagian dari roh, juga bagian dari hati. Hati nurani dalam hati kita adalah wakil pemerintahan Allah di dalam kita. Jika hati nurani kita menyalahkan kita, tentulah Allah, yang lebih besar daripada wakil-Nya dan mengetahui segala sesuatu, akan menyalahkan kita. Kesadaran akan adanya tuduhan semacam itu dalam hati nurani kita, mengingatkan kita akan bahaya terputusnya persekutuan kita dengan Allah. Jika kita memperhatikan kesadaran ini, ini akan membantu persekutuan kita dengan Allah dan akan memelihara kita tetap tinggal di dalam Tuhan.

Dalam ayat 20 Yohanes mengatakan bahwa Allah lebih besar daripada hati kita, yaitu Allah lebih besar daripada hati nurani kita. Allah mempunyai satu pemerintahan, dan pemerintahan ini mempunyai satu administrasi lokal di dalam kita. Administrasi lokal pemerintahan Allah ini adalah hati nurani kita. Jadi, hati nurani kita merupakan administrasi lokal Allah di dalam kita. Dalam hal ini, hati nurani kita adalah sebuah “pengadilan” dan “kantor polisi”. Sering kali hati nurani kita “menahan” kita. Kantor polisi dari hati nurani kita, yang mengenal hukum dengan sangat baik, dapat mengeluarkan surat perintah pemahaman atas diri kita. Kemudian kantor polisi tahu kapan menyerahkan kita kepada pengadilan. Kita tahu dari pengalaman bahwa sering kali kita ditahan dan dibawa ke pengadilan, di mana kita dihakimi dan disalahkan. Bila ini terjadi, kita perlu pembersihan darah adi Yesus, Anak Allah. Ini menunjukkan bahwa penghukuman dari hati nurani yang dibicarakan dalam pasal 3 akan membawa kita kembali ke pembersihan (pembasuhan) yang disebutkan dalam pasal 1.


Sumber: Pelajaran-Hayat 1 Yohanes, Buku 1, Berita 29