Hitstat

30 September 2007

Matius Volume 6 - Minggu 1 Senin

Jalan Menuju Kemuliaan
2 Korintus 4:17
Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar daripada penderitaan kami.

Setelah Tuhan Yesus mewahyukan diri-Nya sendiri dan rahasia Kerajaan Surga kepada kita dalam Matius pasal sembilan sampai pasal tiga belas, maka kini kita sebagai pengikut-pengikut-Nya perlu mengetahui jalan untuk mengikuti-Nya. Sekalipun dalam kesimpulan ministri-Nya, Kristus diungkapkan sedemikian ajaibnya, namun ministri-Nya justru mengalami penolakan total, bahkan penolakan ini telah mencapai puncaknya. Kristus begitu ajaib, dan kerajaan-Nya sangat indah, tetapi kita perlu mengetahui jalan untuk dapat memasuki kerajaan-Nya dan mengikuti Dia. Karena itu, sekarang kita memerlukan sebuah “peta” jalan yang dapat menuntun kita untuk mengikuti Sang Raja yang ditolak itu.
Jika kita jujur dan setia terhadap Dia, maka kita harus berada pada jalan yang ditolak oleh kebanyakan orang hari ini. Pertimbangkanlah, di atas jalan yang bagaimanakah kita saat ini? Kita mungkin mengatakan bahwa kita berada dalam suatu aliran kekristenan tertentu, tetapi kita harus bertanya, benarkah jalan itu memimpin kita mengikuti Raja surgawi yang ditolak? O, hari ini banyak orang Kristen yang takut dengan penolakan. Kenyamanan hidup, kesuksesan, dan kedudukan yang tinggi dalam masyarakat bahkan mungkin telah menjadi tujuan hidup atau impian dari kebanyakan anak-anak Allah. Bila demikian halnya dengan kita, maka kita benar-benar sedang berada di atas jalan yang salah.
Jalan yang Tuhan pernah lalui adalah jalan yang penuh penolakan manusia, tetapi jalan ini berakhir pada kemuliaan. Ketika kita bersaksi tentang Injil dan kebenaran Kristus kepada keluarga kita atau teman-teman kita, besar kemungkinan mereka akan menolak kita. Tetapi tidak mengapa. Pada permulaan jalan ini memang tidak ada yang lain kecuali penolakan, tetapi pada akhirnya jalan ini akan memimpin kita kepada kemuliaan Kerajaan Surga.

Mat.14:1-13; 13:55-56; 2 Kor. 4:17; 5:16

Sejak hari pertama kita memutuskan untuk menjadi orang Kristen, maka perkara pertama yang akan kita hadapi pada jalan ini ialah penolakan. Karena Kristus telah ditolak, cepat atau lambat kita pun akan ditolak. Kita tidak mempunyai pilihan lain. Jangan berharap bahwa banyak orang akan mengelu-elukan kita. Sebelum kemuliaan anak-anak Allah dinyatakan, tidak ada seorang pun yang akan mengelu-elukan kita. Sebaliknya kita harus bersiap-siap untuk ditolak, bahkan mungkin oleh sanak keluarga kita sendiri.
Raja surgawi pertama-tama ditolak oleh kaum agamawan Yahudi. Pemimpin agama menolak Kristus sebab mereka terduduki, terkuasai sepenuhnya, dan terselubung oleh agama mereka. Karena agama begitu berarti bagi mereka, maka mereka tidak dapat mengenal Raja surgawi ini. Mereka dibutakan oleh selubung agama mereka sehingga menolak Dia.
Setelah Tuhan ditolak di Yerusalem, pusat agama, Ia berpaling ke wilayah yang tidak begitu agamis yaitu Galilea, tempat di mana Ia dilahirkan dan dibesarkan. Namun, Ia juga tidak disambut di Galilea. Sekalipun orang Galilea tidak menentang Dia, mereka menolak Dia karena pengenalan alamiah mereka. Ketika mereka melihat Dia dan mendengar Dia berbicara, mereka berkata, “Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi, dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?” (Mat. 13:55-56). Di sini kita nampak bahwa orang-orang Galilea mengenal Dia menurut daging, bukan menurut roh (2 Kor. 5:16). Mereka telah dibutakan oleh pengetahuan alamiah mereka. Mereka telah melihat keajaiban dan mukjizat yang Dia lakukan, tetapi mereka tetap tidak dapat mengenal dan menerima Kristus sebagai Juruselamat mereka.
Saudara saudari, jika kita ingin mengenal Kristus dan mengikuti Dia dengan baik, kita perlu mengetahui bahwa pengetahuan dan konsepsi agama serta pengenalan alamiah kita merupakan selubung yang tebal. Kita perlu mohon belas kasih Tuhan untuk pertama-tama menyingkirkan selubung ini dari mata hati kita, sehingga kita dapat mengenal dan mengikuti Dia dengan benar!

Doa:
Tuhan, aku mau mendapatkan kemuliaan kerajaan yang telah Kau sediakan itu. Berilah aku kerelaan hati terhadap penolakan oleh dunia yang jahat ini. Bukakan mataku untuk melihat pengharapan yang mulia itu. Ketika aku menghadapi penolakan, jagalah hatiku supaya tidak tawar, tidak kecewa, dan tidak tersandung olehnya. Tuhan kuatkanlah aku manusia batiniahku.

21 September 2007

Matius Volume 5 - Minggu 4 Sabtu

Harta yang Baru dan yang Lama
Matius 13:52
Maka berkatalah Yesus kepada mereka: “Karena itu setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran dari hal Kerajaan Sorga itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya.”

Pada akhir Matius pasal 13, Tuhan membicarakan perumpamaan tambahan. Matius 13:52 mengatakan, “Maka berkatalah Yesus kepada mereka: ‘Karena itu setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran dari hal Kerajaan Sorga itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya.’” Tuhan menyamakan murid yang sebagai ahli Taurat seumpama tuan rumah yang memiliki suatu perbendaharaan, gudang yang kaya dengan barang-barang yang baru dan yang lama. Barang-barang yang baru dan yang lama menyatakan bukan hanya pengetahuan yang baru dan yang lama tentang Kitab Suci, tetapi juga pengalaman yang baru dan yang lama tentang hayat dalam kerajaan.
Perumpamaan tambahan ini menyinggung tentang ahli Taurat yang telah menjadi murid dalam Kerajaan Surga. Seorang ahli Taurat ialah seorang yang paham akan kitab Musa dan nabi-nabi. Dalam perumpamaan ini, Tuhan mengharapkan bahwa di antara para pendengar-Nya ada ahli Taurat, bukan semuanya nelayan. Sekalipun para nelayan Galilea itu mendengar Tuhan membicarakan semua rahasia, mereka bukan ahli Taurat. Untuk mendirikan kerajaan-Nya, Tuhan memerlukan orang-orang yang terpelajar untuk menyatakan semua hal yang rahasia.
Bila kita ingin dipakai Tuhan hari ini, sejak muda kita harus belajar seperti seorang ahli Taurat, menuntut pendidikan yang tinggi. Orang-orang muda perlu kuliah di perguruan tinggi yang terbaik untuk memperoleh gelar, menjadi orang yang terpelajar. Tuhan memerlukan sejumlah “ahli Taurat” yang berpengetahuan penuh, ahli Taurat yang terpelajar dalam kehendak-Nya. Ahli Taurat ini akan mengeluarkan barang yang baru maupun yang lama dari pengetahuan dan pengalaman mereka, bagi pembangunan Kerajaan Surga.

Mat. 13:52-57; 2 Kor. 5:16

Setelah Yesus selesai menceriterakan perumpamaan-perumpamaan itu, Ia pun pergi dari situ ke tempat asalnya, ke kampung halaman-Nya di Galilea (Mat. 13:53). Setibanya di sana, Ia lalu mengajar orang-orang di situ di rumah ibadat mereka. Maka takjublah mereka dan berkata: “Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu? Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?” Lalu mereka menjadi kecewa dan menolak Dia (Mat. 13:54-57).
Di sini kita nampak bahwa orang-orang Galilea mengenal Dia menurut daging, bukan menurut roh (2 Kor. 5:16). Mengira bahwa mereka mengetahui segala sesuatu tentang Dia, mereka dibutakan oleh pengetahuan alamiah mereka. Mereka nampak keajaiban, mukjizat yang Dia lakukan, tetapi sebelumnya mereka telah diduduki oleh konsepsi alamiah mereka. Umat agama diduduki oleh agama mereka dan oleh konsepsi agama mereka, dan orang Galilea diduduki oleh pengetahuan alamiah mereka. Jika kita ingin mengenal Kristus dan mengikuti Dia, kita perlu mengetahui bahwa agama dan pengetahuan alamiah kita kedua-duanya merupakan selubung. Pengetahuan agama dan alamiah merupakan dua rintangan besar yang merintangi orang-orang untuk mengenal siapakah Kristus itu.
Semua orang yang berusaha mengenal Kristus berdasarkan pengetahuan alamiah akan menolak Kristus. Menurut pengetahuan alamiah, Kristus adalah anak tukang kayu dan ibunya seorang wanita biasa. Mereka mengenal segala rupa lahiriah-Nya, tetapi mereka tidak nampak bahwa Allah berada di dalam Dia. Sama halnya hari ini, kita perlu mengenal orang Kristen lain bukan menurut perkara lahiriah, bukan menurut desa mereka, bahasa, orang tua, pendidikan, rupa lahiriah, atau kualifikasi mereka. Jika kita mengenal orang Kristen berdasarkan ini, kita mengenal mereka menurut daging. Tetapi kita harus mengenal orang Kristen menurut roh, sebab Kristus ada di dalam mereka.

Doa:
Tuhan Yesus, terima kasih atas semua hal rahasia yang Engkau nyatakan kepadaku. Singkapkanlah semua selubung agar aku memiliki pengetahuan dan pengalaman yang baru terhadap Engkau bagi pembangunan kerajaan-Mu. Didiklah aku dalam kebenaran firman-Mu yang murni sehingga aku cakap dalam mengajarkan ajaran yang sehat kepada saudara-saudara seiman.

20 September 2007

Matius Volume 5 - Minggu 4 Jumat

Kedudukan Gereja dan Injil yang Kekal
Matius 13:45-46
Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, iapun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.

Sebagai umat kerajaan, kita adalah sesuatu yang berasal dari bumi yang diciptakan oleh Allah dan yang ditebus oleh Kristus. Sebagai gereja, kita adalah sesuatu yang keluar dari dunia yang telah dirusak oleh Iblis dan dihukum oleh Allah. Harta, lambang kerajaan, terpendam dalam tanah. Karena itu, harta mutlak berhubungan dengan bumi. Namun mutiara, lambang gereja, sama sekali tidak memiliki hubungan dengan bumi. Mutiara adalah sesuatu yang dihasilkan dari laut. Dari laut yang telah dirusak dan dihukum Allah terdapat mutiara yang demikian indah.
Sebagai gereja, kita dihasilkan dari dunia, namun kita sama sekali tidak memiliki hubungan dengan dunia. Meskipun kita adalah mutiara yang berasal dari laut, namun kita tidak lagi berada dalam laut. Kita telah dilahirkan kembali untuk menjadi mutiara yang indah. Dengan kata lain, kita tidak memiliki hubungan dengan dunia yang rusak ini. Sebagai kerajaan kita tidak memiliki hubungan dengan dunia yang telah dirusak oleh Iblis, namun kita berhubungan dengan dunia ciptaan Allah dan dunia tebusan Kristus.
Hal ini bagi kita jangan hanya menjadi doktrin belaka, melainkan harus menjadi praktek yang sejati dari kehidupan kita sehari-hari. Jika percakapan kita penuh dengan perihal duniawi, uang, dan gosip, itu menandakan bahwa kita masih dipenuhi dengan hal-hal dunia milik Iblis. Inilah yang dimaksud dengan laut. Namun jika di antara kita tidak terdapat gosip maupun kritikan, melainkan hanya ada Kristus, gereja, dan transformasi, ini menandakan bahwa kita adalah bagian dari bumi yang baru. Dalam bumi yang baru ini kita memiliki harta, kerajaan, dan kehidupan manusia yang tepat. Di satu pihak, kita keluar dari dunia, tidak memiliki hubungan dengan dunia yang telah bobrok ini. Di pihak lain, kita hidup di atas bumi sebagai manusia yang tepat. Kita adalah mutiara dan harta. Kita keluar dari dunia, namun masih berada di atas bumi.

Mat. 13:45-47; 6:10; Why. 21:1; Mat 25:32-46

Matius 13:47 mengatakan, “Demikian pula hal Kerajaan Surga itu seumpama jala yang ditebarkan di laut, lalu mengumpulkan berbagai-bagai jenis ikan.” Perumpamaan ini berhubungan dengan Matius 25:32-46. Jala di sini tidak melambangkan Injil anugerah, yang diberitakan pada zaman gereja, tetapi Injil kekal, yang akan diberitakan kepada dunia orang bukan Yahudi selama kesusahan besar (Why. 14:6-7). Laut di mana jala itu ditebarkan melambangkan dunia orang bukan Yahudi; sedangkan “berbagai-bagai jenis” ikan menunjukkan semua bangsa bukan Yahudi (Mat. 25:32).
Jala di sini bukan Injil anugerah, melainkan Injil kekal yang dideklarasikan dalam Wahyu 16:6-7. Selama masa kesusahan besar, antikristus akan menganiaya baik orang Kristen maupun orang Yahudi, sebab Kristus akan mengakui orang-orang Kristen yang teraniaya ini sebagai saudara-saudara-Nya. Pada waktu itulah, seorang malaikat akan diutus untuk memberitakan Injil kekal yang isinya menyerukan agar orang takut kepada Allah dan menyembah Dia.
Matius 25 mengatakan bahwa ketika Kristus kembali, Dia akan mengumpulkan bangsa-bangsa itu bersama-sama. Semua orang di bumi adalah domba Tuhan (Mzm. 100:3). Sebab itu, dalam pandangan Tuhan semua orang di bumi ini adalah domba-domba-Nya. Ketika Dia kembali, Dia akan mengumpulkan mereka semua di hadapan takhta kemuliaan-Nya dan di sana Ia akan melaksanakan takhta penghakiman-Nya atas mereka, berdasarkan Injil kekal. Menurut Matius 25, Raja akan menghakimi bangsa-bangsa seturut dengan cara mereka memperlakukan saudara-saudara kecil-Nya. Selama masa kesengsaraan, orang Yahudi dan orang Kristen akan sangat menderita. Mereka akan kekurangan makanan dan pakaian, mereka akan sakit, dan mereka akan dipenjarakan. Orang yang mendengar Injil kekal dan yang takut kepada Allah dan menyembah Dia akan dengan sembunyi-sembunyi membantu kaum beriman. Mereka yang memperlakukan kaum beriman dengan baik akan dipandang oleh Raja sebagai domba. Tetapi mereka yang tidak memperlakukan kaum beriman dengan baik, akan dianggap sebagai kambing. Kambing akan dicampakkan ke dalam api kekal, tetapi domba akan dipindahkan ke Kerajaan Seribu Tahun bagian yang bumiah.

Doa:
Tuhan Yesus, demi mendapatkan gereja, Engkau bersedia datang ke dunia, mengalami penderitaan badani, bahkan mati di atas kayu salib untuk menebusku dari dosa dan dunia yang terhukum oleh Allah. Walau dulu aku berasal dari dunia, namun kini aku tidak lagi bersatu dengan dunia, melainkan sepenuhnya milik-Mu dan bersatu dengan-Mu.

19 September 2007

Matius Volume 5 - Minggu 4 Kamis

Harta Terpendam dan Mutiara yang Indah
Matius 13:44
Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu

Kerajaan Surga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, “yang ditemukan orang, lalu dipendamnya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu.” Orang yang disebut di sini adalah Kristus, yang menemukan Kerajaan Surga dalam Matius 4:12-12:23; memendamnya lagi dalam Matius 12:24-13:43; dan dalam sukacita-Nya pergi ke atas salib dalam Matius 16:21; 17:22-23; 20:18-19; 26:1-27:52; menjual semua milik-Nya dan membeli ladang itu, yaitu menebus bumi yang diciptakan dan hilang, bagi kerajaan.
Pertama-tama, Kristus menemukan harta ketika Ia keluar untuk melayani, Ia menyatakan, “Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat.” Ketika penolakan orang-orang Yahudi terhadap Tuhan telah mencapai puncaknya, Ia meninggalkan mereka. Sejak saat itu, ia memendam harta tersebut. Kemudian Ia pergi ke atas salib tidak hanya untuk membeli harta tersebut, tetapi juga ladang, sehingga Ia dapat menebus bumi yang diciptakan oleh Allah.
Kristus pergi ke atas salib untuk menebus bumi ciptaan Allah, karena di dalam bumi terdapat kerajaan, yaitu harta. Untuk memiliki kerajaan di atas bumi, Ia harus menebus bumi, karena bumi ini telah dicemari dan dirusak oleh kejatuhan Iblis dan dosa manusia. Tuhan menjual semuanya itu agar Ia dapat memiliki dan membeli bumi dengan jalan mengorbankan apa yang Dia miliki di atas salib untuk menebus bumi bagi harta kerajaan. Tidak disangsikan lagi, kerajaan ini hanya bisa didapatkan di dalam gereja. Namun manifestasinya berhubungan dengan bangsa Israel yang tertebus. Selama masa seribu tahun, bumi akan menjadi Kerajaan Kristus. Pada saat itu, bumi Israel akan menjadi pusat dari Kerajaan Kristus. Karena itu, kerajaan terutama berhubungan dengan bangsa Israel yang telah dipilih oleh Allah, dipisahkan oleh Allah, dan ditempatkan oleh Allah dalam situasi yang khusus.

Mat. 13:44-46; 16:18; 18:17; Yes. 57:20; Ef. 5:27

Matius 13:45-46 mengatakan, “Demikian pula hal Kerajaan Surga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.” Pedagang yang dimaksud di sini juga adalah Kristus, yang mencari gereja untuk kerajaan-Nya. Setelah menemukannya dalam Matius 16:18 dan 18:17, Dia pergi ke atas salib dan menjual semua milik-Nya dan membeli gereja untuk kerajaan-Nya.
Melalui ayat di atas, kita nampak pekerjaan Raja surgawi untuk memperoleh mutiara yang berharga. Di atas salib Ia menjual semua milik-Nya dan membeli mutiara itu. Mutiara yang dihasilkan dalam air kematian (dunia yang dipenuhi oleh kematian) oleh tiram yang hidup (Kristus yang hidup), yang dilukai oleh pasir kecil (orang dosa), dan mengeluarkan sekresi hayatnya membungkus pasir yang melukai dirinya (kaum beriman), adalah bahan untuk membangun Yerusalem Baru. Karena mutiara dihasilkan dari laut, yang melambangkan dunia yang dirusak oleh Iblis (Yes. 57:20; Why. 17:15), maka mutiara ini pasti mengacu kepada gereja, yang terutama tersusun dari kaum beriman yang dilahirkan kembali dari dunia bangsa bukan Yahudi dan yang sangat berharga.
Tuhan tidak hanya mencari kerajaan; Ia juga menginginkan gereja yang indah, yaitu mutiara. Menurut Wahyu 21, Yerusalem Baru didirikan dengan batu-batu permata dan mutiara. Dengan kata lain, Yerusalem Baru merupakan kombinasi antara harta dan mutiara. Dalam Matius 13 terdapat dua hal, yaitu harta di ladang dan mutiara di laut. Namun dalam Wahyu 21 kedua hal tersebut dikombinasikan dalam satu kesatuan. Yerusalem Baru ialah kerajaan juga gereja. Dalam Matius 16, istilah gereja dan kerajaan digunakan secara bergantian. Fakta bahwa istilah-istilah ini digunakan secara bergantian menunjukkan bahwa gereja adalah Kerajaan, dan Kerajaan adalah gereja. Akhirnya, dalam Yerusalem Baru, kerajaan dan gereja menjadi satu kesatuan. Efesus 5:27 mengatakan bahwa Kristus akan menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut maupun yang serupa itu. Inilah gereja sebagai mutiara yang indah, yang berasal dari dunia bangsa kafir.

Doa:
Tuhan Yesus, sebagaimana Engkau telah membeli gereja dengan darah adi-Mu yang mahal, biarlah aku juga menghargai gereja-Mu dengan semestinya. Untuk gereja, aku mau menyerahkan seluruh diriku agar berguna di tangan-Mu. Ubah dan perbaruilah aku senantiasa dengan Roh-Mu sehingga aku tidak bercela dan kudus di depan-Mu.

18 September 2007

Matius Volume 5 - Minggu 4 Rabu

Harus Menolak Ragi Apa pun
Matius 13:33
... Hal Kerajaan Sorga itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya.

Penampilan luaran Kerajaan Surga mencakup tiga hal: lalang, pohon besar, dan ragi. Lalang melambangkan berubahnya hakiki unsur-unsur penyusun kerajaan; pohon besar melambangkan penampilan permukaan yang palsu; dan ragi melambangkan kerusakan dan kebobrokan batiniah. Kita dapat menerapkan gambaran ini pada keadaan kekristenan hari ini. Dalam kekristenan secara umum hari ini, kita bisa melihat begitu banyaknya lalang, pertumbuhan kekristenan yang abnormal; dan kerusakan yang disebabkan oleh ragi. Sekalipun di dalam kekristenan memang ada sejumlah kebenaran, tetapi telah bercampur dengan ragi. Yang seharusnya murni, kini telah menjadi campur aduk.
Hari ini Tuhan memanggil kita untuk keluar dari penampilan luaran yang merosot dan dari proses peragian! Kita harus berjaga-jaga jangan sampai mengizinkan jenis ragi lain masuk. Waspadalah, jangan mengambil sesuatu selain Kristus. Dalam membangun gereja dan menyebarluaskan kesaksian Tuhan, jalan satu-satunya ialah berdoa dan meministrikan firman yang murni, tanpa rekayasa macam apa pun. Kita harus berdoa sampai pemberitaan kita mengandung kuasa Roh, dan kita harus berdoa sampai kesaksian kita dipenuhi dengan kekayaan Kristus. Inilah makanan sejati bagi Allah dan manusia. Inilah yang dikehendaki Tuhan hari ini.
Rekayasa apa pun yang digunakan untuk membantu orang menjamah perkara rohani adalah sejenis ragi. Satu-satunya cara yang murni dan kudus untuk memberitakan Injil dan membina kaum beriman ialah dengan berdoa dan meministrikan firman. Janganlah menggunakan cara lain. Orang mau menerima atau tidak firman yang kita sampaikan, itu masalah kehendak Bapa. Setiap rekayasa adalah ragi, cepat atau lambat akan merusak kesaksian Yesus.

Mat. 13:33-35; Ef. 1:4

Tuhan memberikan perumpamaan tentang penampilan luar Kerajaan Surga adalah untuk membantu rasul-rasul dan murid-murid yang terdahulu menyadari bahwa inilah Kerajaan Surga. Kita harus nampak perbedaan antara realitas kerajaan dan penampilan lahiriah kerajaan. Realitas sangat berharga bagi Allah, tetapi penampilan lahiriahnya sangat Dia benci. Sebab itu, kita harus memustikakan realitas dan menolak penampilan lahiriah. Kita tidak suka akan lalang, pohon besar, atau kebobrokan. Kita memperhatikan tepung gandum murni dan sayuran sesawi kecil yang baik untuk kita makan. Inilah kesaksian gereja, yang adalah makanan bagi Allah dan manusia.
Sebelum kita masuk ke dalam kehidupan gereja yang normal, kita tidak mungkin menemukan makanan yang sejati bagi kepuasan rohani kita. Tetapi begitu kita masuk ke dalam kehidupan gereja yang tepat, roh kita puas. Mengapa? Karena dalam kehidupan gereja yang tepat ada makanan yang murni, tidak ada rekayasa atau ragi, melainkan tepung halus dengan sayur sesawi. Inilah kesaksian Tuhan yang sejati, tanpa lalang, pohon besar, atau ragi.
Banyak hal dalam kekristenan dewasa ini merupakan ragi. Ragi tersebut bisa berupa perayaan-perayaan hari tertentu, patung berhala, gambar-gambar, lukisan, musik duniawi, festival, atau ajaran-ajaran yang bercampur dengan filsafat dan tradisi manusia. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati, jangan sampai mengambil sesuatu selain Kristus untuk melakukan tujuan Allah, sebab segala sesuatu selain Dia ialah ragi.
Kita memang harus mengasihi semua orang, tetapi harus membenci dosa dan hal-hal yang berkaitan dengan cara hidup yang lama. Kita harus bisa menerima semua orang, tetapi kita harus menolak ragi. Kita memang harus menyelamatkan jiwa sebanyak mungkin, tetapi bukan berarti kita boleh menggunakan segala cara menurut ide atau gagasan kita sendiri. Cara-cara duniawi memang sangat efektif untuk mengumpulkan orang, mendatangkan orang, tetapi Tuhan membenci cara-cara itu, karena itu adalah ragi yang akan merusak gereja-Nya. Tuhan ingin gereja-Nya murni, tidak ada campuran. Semakin murni semakin baik.

Doa:
Tuhan Yesus, aku bersyukur karena Engkau telah memanggilku untuk keluar dari penampilan luaran yang merosot dan proses peragian. Mohon jagalah diriku tetap ada tinggal dalam kehidupan gereja yang wajar, karena di dalamnya ada makanan yang sejati bagi kepuasan rohani. Bawalah aku lebih dekat kepada-Mu agar aku dapat mengikuti Engkau dengan setia.

17 September 2007

Matius Volume 5 - Minggu 4 Selasa

Perumpamaan tentang Ragi dan Tepung Terigu
Matius 13:33
... Hal Kerajaan Sorga itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya.

Dalam Alkitab, ragi melambangkan hal-hal yang jahat (1 Kor. 5:6, 8) dan ajaran yang jahat (Mat. 16:6, 11-12). Matius 13:33 mengatakan bahwa seorang perempuan mengambil ragi dan mengaduknya ke dalam tepung terigu tiga sukat (empat puluh liter). Gereja sebagai pelaksanaan Kerajaan Surga yang berisikan Kristus, tepung terigu yang halus dan tidak beragi, seharusnya adalah roti yang tidak beragi (1 Kor. 5:7-8). Sebagai realitas Kerajaan Surga, gereja seharusnya murni tanpa ragi sedikitpun. Gereja seharusnya hanya berisikan Kristus dan ajaran yang murni tentang Kristus.
Mengambil ragi dan mengaduknya ke dalam tepung terigu tiga sukat berarti mencampurkan hal-hal yang jahat dan ajaran yang jahat ke dalam gereja. Pada abad keenam, suatu gereja yang secara resmi dibentuk, yang dilambangkan dengan seorang perempuan di sini, memasukkan banyak praktek agama kafir, doktrin bidah, dan perkara-perkara yang jahat, dan mencampuradukkannya dengan ajaran-ajaran tentang Kristus. Akibatnya, perbuatan itu telah mengkhamirkan seluruh isi kekristenan. Percampuran ini menjadi isi yang rusak dari penampilan luar Kerajaan Surga, seperti yang juga digambarkan oleh gereja di Tiatira dalam Wahyu 2:18-29.
Apa saja yang tidak berasal dari Kristus adalah khamir. Ragi membuat roti lebih lembut dan mudah dicerna. Inilah sebabnya banyak orang senang dengan ragi. Mungkin ada orang berpikir bahwa mereka harus memodifikasi Injil agar orang dapat menerima Kristus. Mereka mengatakan bahwa Kristus itu rahasia, rohani, dan abstrak, karena itu orang perlu menyimpan lukisan-Nya supaya lebih mengenal Dia. Inilah ragi! Manusia alamiah kita suka menggunakan cara-cara tertentu untuk membuat hal-hal rohani lebih mudah dicerna. Inilah yang Alkitab sebut “khamir”. Kita harus waspada agar terhindar dari semua peragian.

Mat. 13:33; 1 Kor. 5:6-8, 8; Mat. 16:6; Why. 2:18-19

Tepung untuk membuat kurban sajian (Im. 2:1), melambangkan Kristus sebagai makanan bagi Allah dan manusia. Tiga sukat adalah jumlah yang diperlukan untuk membuat satu porsi hidangan yang penuh (Kej. 18:6). Jadi, mencampurkan ragi ke dalam tiga sukat tepung melambangkan mengkhamirkan secara tersembunyi semua ajaran tentang Kristus. Inilah keadaan sebenarnya dalam aliran Kristen tertentu. Pengkhamiran ini mutlak bertentangan dengan Kitab Suci, yang dengan tegas melarang menaruh ragi ke dalam kurban sajian (Im. 2:4-5, 11).
Perumpamaan ragi mewahyukan masalah campur aduk. Tiga sukat tepung menunjukkan tepung halus yang dibuat dari biji gandum. Tepung yang halus ini selalu digunakan dalam kurban sajian, makanan untuk imam-imam Allah. Kurban sajian bukan hanya untuk kepuasan imam Allah, melainkan juga untuk kepuasan Allah sendiri. Sebab itu, kurban sajian adalah makanan untuk imam dan Allah. Kurban sajian ialah lambang penuh Kristus dalam keinsanian-Nya, sedang tepung yang halus menunjukkan Kristus sendiri. Fakta bahwa tiga sukat tepung telah diragi oleh perempuan menunjukkan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan Kristus telah diragi oleh perempuan jahat ini.
Perempuan dalam Matius 13 ialah Izebel dalam Wahyu pasal dua. Menurut sejarah, Tiatira melambangkan kekristenan tertentu yang murtad ini. Pada akhirnya perempuan yang jahat ini akan menjadi pelacur besar yang bernama Babilon Besar, dalam Wahyu 17. Sebab itu, perempuan dalam Matius 13, Wahyu pasal dua, dan Wahyu 17 adalah kekristenan tertentu yang telah murtad. Setelah sistem hirarki didirikan, maka kemudian banyak praktek bidah yang dibawa masuk dan yang dibenarkan oleh sistem itu.
Kita harus berhati-hati terhadap setiap pengaruh kekristenan tertentu yang telah meragi (mengkhamiri) segala sesuatu yang berkaitan dengan Kristus. Kita memang mempunyai Kristus, tepung halus itu, tetapi jangan sekali-kali mencampurkan ragi ke dalam tepung ini. Kita harus dengan tegas menolak ajaran-ajaran leluhur, tradisi, ajaran agama kafir, takhayul, dan semua ajaran lainnya yang bukan bersumber dari pengajaran Alkitab.

Doa:
Tuhan Yesus, mohon belas kasih-Mu agar firman kebenaran terus memenuhiku, menguatkanku sehingga aku terhindar dari berbagai bentuk peragian. Berikanlah hikmat agar aku memiliki kekuatan dan daya pembeda untuk menolak dengan tegas segala perkara yang tanpa Kristus di dalamnya, sekalipun secara sekilas kelihatannya rohani.

16 September 2007

Matius Volume 5 - Minggu 4 Senin

Perumpamaan tentang Biji Sesawi dan Pohon Besar
Matius 13:31-32
... Hal Kerajaan Sorga itu seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di ladangnya.... tetapi apabila sudah tumbuh, sesawi itu lebih besar dari pada sayuran yang lain, bahkan menjadi pohon, sehingga burung-burung di udara datang bersarang pada cabang-cabangnya.

Umat kerajaan sebagai penyusun kerajaan dan gereja, seharusnya seperti tuaian yang menghasilkan makanan bagi kepuasan Allah dan manusia. Gandum dan sesawi baik untuk dimakan. Pada hakikatnya, sangat sehat dan bergizi jika kita makan roti yang terbuat dari gandum dengan sayur. Namun, dalam perumpamaan ini, kita nampak pemikiran si jahat, kelicikan Iblis. Kelicikan musuh ialah membuat biji sesawi bertumbuh menjadi pohon yang besar, yang tidak lagi baik untuk dimakan.
Matius 13:32 mengatakan bahwa setelah biji sesawi bertumbuh, “sesawi itu lebih besar daripada sayuran yang lain, bahkan menjadi pohon.” Gereja, yang adalah perwujudan kerajaan, seharusnya seperti sayuran yang menghasilkan makanan. Namun, sifat dan fungsinya telah berubah sehingga gereja menjadi pohon, tempat bersarangnya burung-burung (ini berlawanan dengan hukum penciptaan Allah yang menetapkan setiap tanaman bertumbuh menurut jenisnya - Kej. 1:11-12).
Perubahan ini terjadi dalam awal abad keempat, ketika Kaisar Konstantinus mencampuradukkan gereja dengan dunia. Dia membawa beribu-ribu orang beriman palsu ke dalam agama Kristen, sehingga membentuk dunia kekristenan, bukan lagi gereja. Kondisi ini persis seperti yang digambarkan oleh gereja di Pergamus (Why. 2:12-17). Sesawi ialah tanaman musiman, sedangkan pohon adalah tanaman keras tahunan. Menurut sifatnya yang surgawi dan rohani, gereja seharusnya seperti sesawi, hanya sementara di bumi. Tetapi karena sifatnya berubah, gereja menjadi berakar dalam dan menetap seperti sebuah pohon di bumi, semarak dengan berbagai usahanya seperti cabang-cabang, yang di dalamnya banyak orang jahat dan barang jahat bercokol. Hal ini mengakibatkan terbentuknya organisasi penampilan luar Kerajaan Surga.

Mat. 13:31-32; Kej. 1:11-12; Why. 2:12-17

Berubahnya biji sesawi, menjadi pohon merupakan suatu pelanggaran prinsip yang ditentukan oleh Allah dalam ciptaan-Nya untuk masalah hidup - setiap tanaman harus berkembang menurut jenisnya. Inilah yang ditunjukkan dalam Kejadian pasal satu, di mana kita diberitahu bahwa setiap hayat bertumbuh menurut jenisnya. Prinsip ini diterapkan tidak hanya pada hayat tanaman, tetapi juga pada hayat binatang, dan bahkan pada hayat manusia. Setiap jenis hayat harus berkembang menurut jenisnya.
Jika suatu sayur atau hayat tumbuh-tumbuhan tidak berkembang menurut jenisnya, akan menjadi abnormal dan melanggar prinsip yang telah ditentukan oleh Allah dalam penciptaan-Nya. Untuk menaati prinsip ini, sesawi harus berkembang menurut sesawi dan pohon harus berkembang menurut pohon. Tetapi dengan bertumbuh menjadi pohon, sayuran sawi melanggar prinsip ini. Pertumbuhan abnormal ini melanggar ketentuan Allah.
Matius 13:32 mengatakan pula bahwa burung-burung di udara datang bersarang pada cabang-cabang pohon. Bukannya menghasilkan bahan makanan, pohon ini malah menjadi tempat bersarangnya burung-burung. Karena burung dalam perumpamaan pertama melambangkan si jahat, Iblis (Mat. 13:4, 19), burung-burung di udara dalam perumpamaan ini pasti mengacu kepada roh-roh jahat Iblis dengan orang jahat dan barang jahat yang digerakkan oleh mereka. Mereka bersarang di cabang-cabang pohon besar itu, yaitu di dalam usaha-usaha dunia kekristenan.
Menurut perspektif ini, dunia kekristenan hari ini telah menjadi pohon besar yang tidak menghasilkan buah bagi Allah dan manusia, tetapi menjadi tempat bersarangnya banyak kejahatan. Ketika perumpamaan ini diucapkan oleh Tuhan, perumpamaan ini hanya merupakan nubuat, tetapi hari ini telah menjadi fakta sejarah dalam dunia kekristenan. Sekalipun kekristenan telah menjadi pohon besar, dalam Lukas 12:32, Tuhan Yesus menyebut gereja-Nya “kawanan kecil”. Kita tidak seharusnya menjadi pohon besar, melainkan tetap sebagai kawanan kecil. Di dunia kekristenan sulit ditemukan biji gandum atau biji sesawi. Bukannya sebagai makanan, pohon ini malah lebih banyak menjadi tempat bersarangnya burung-burung. Inilah situasi, penampilan lahiriah Kerajaan Surga hari ini.

Doa:
Tuhan Yesus, murnikanlah aku dari segala ambisi untuk menjadi besar menurut cara-cara duniawi yang Kaubenci. Terangilah aku agar nampak bahwa realitas batiniah lebih Kauperkenan daripada penampilan luaran. Karena itu berkatilah gereja-Mu agar tetap sebagai sayuran yang memuaskan-Mu, bukan pohon besar yang dipenuhi hal-hal jahat.

14 September 2007

Matius Volume 5 - Minggu 3 Sabtu

Perumpamaan Lalang di antara Gandum
Matius 13:24-25
Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya: “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya. Tetapi pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya menaburkan benih lalang di antara gandum itu, lalu pergi.”

Kerajaan Surga mulai didirikan ketika gereja dibangun pada hari Pentakosta, yaitu pada waktu perumpamaan kedua mulai digenapi (Mat. 16:18-19). Sejak saat itu, setelah gereja didirikan, lalang-lalang (kaum beriman palsu) ditaburkan di antara gandum (kaum beriman sejati) yang membentuk penampilan luar Kerajaan Surga.
Matius 13:25 mengatakan, “Tetapi pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya menaburkan benih lalang di antara gandum itu, lalu pergi.” Orang dalam ayat ini adalah hamba-hamba (Mat. 13:27), mengacu kepada hamba-hamba Tuhan, terutama para rasul. Ketika hamba-hamba Tuhan tidur dan tidak berjaga-jaga, musuh Tuhan, Iblis, datang dan menaburkan kaum beriman palsu di antara kaum beriman sejati. Musuh menaburkan lalang di antara gandum. Walau lalang sepintas mirip dengan gandum, namun sebenarnya keduanya sangat berbeda. Tunas dan daun lalang menyerupai gandum. Keduanya hanya dapat dibedakan ketika keduanya menghasilkan buah. Buah gandum berwarna kuning emas, tetapi buah lalang berwarna hitam.
Hari ini sulit membedakan manakah anak-anak kerajaan dan manakah yang bukan. Banyak orang mengaku sebagai orang Kristen, namun tidak pernah sungguh-sungguh bertobat, mengaku dosa, dan menerima Tuhan sebagai juruselamat dan hayatnya. Mereka sesungguhnya bukan orang Kristen, melainkan sekedar pemeluk agama Kristen yang kasihan. Anak-anak yang dilahirkan dari keluarga Kristen bukan berarti otomatis jadi orang Kristen. Hanya orang-orang yang dilahirkan dari Allah, barulah terhitung sebagai orang Kristen sejati (Yoh. 1:12-13; 1 Ptr. 1:3). Di dalam gereja, kita harus membantu setiap orang untuk dilahirkan kembali oleh Allah. Kalau tidak, maka gereja akan dipenuhi dengan kaum beriman palsu berikut pengaruh manusia lama mereka.

Mat. 13:24-28, 30-43; 16:18-19

Perumpamaan lalang di antara gandum ini menyingkapkan bahwa tidak lama setelah pendirian kerajaan oleh terbangunnya gereja, situasi Kerajaan Surga berubah. Kerajaan itu didirikan dengan anak-anak kerajaan yakni gandum. Tetapi anak-anak si jahat, lalang-lalang, bertumbuh mengubah situasi. Maka, terjadilah perbedaan antara Kerajaan Surga dengan penampilan lahiriah-Nya. Anak-anak kerajaan, gandum, membentuk kerajaan; sedangkan anak-anak si jahat, lalang-lalang telah membentuk penampilan lahiriah kerajaan yang hari ini disebut dunia kekristenan.
Ketika hamba-hamba Raja ingin mencabut lalang (Mat. 13:28), Dia berkata, “Jangan, sebab mungkin gandum itu ikut tercabut pada waktu kamu mencabut lalang itu.” Lalang dan gandum itu tumbuh di ladang, dan ladang itu adalah dunia (Mat. 13:38). Kaum beriman palsu dan kaum beriman sejati hidup di dunia. Mengumpulkan lalang dari ladang berarti menyingkirkan kaum beriman palsu dari dunia. Tuhan tidak menghendaki hamba-hamba-Nya melakukan hal ini, karena pada saat menyingkirkan kaum beriman palsu dari dunia, mereka mungkin juga menyingkirkan kaum beriman sejati. Pada abad pertengahan, aliran kekristenan tertentu pernah melakukan hal ini, dan dengan berbuat demikian, mereka ternyata telah membunuh banyak orang beriman sejati.
Matius 13:30 mengatakan, “Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku.” Masa menuai ialah penutupan zaman, dan penuai-penuai ialah malaikat (Mat. 13:39). Pada penutupan zaman ini, Tuhan akan mengutus malaikat pertama-tama untuk mencabut semua lalang, semua batu penyandung dan mereka yang tidak benar, mengikat mereka berberkas-berkas dan membakar mereka dengan api dalam lautan api (Mat. 13:30, 40-42). Kemudian gandum, orang yang benar akan dikumpulkan ke dalam lumbung Raja, Kerajaan Bapa mereka, untuk bersinar seperti matahari (Mat. 13:30, 43). Di sini kita melihat bahwa penghukuman atas lalang sangatlah serius, sebab mereka mengacaukan, menghalangi, dan merusak seluruh rencana Allah.

Doa:
Tuhan Yesus, berkatilah pekerjaan Injil-Mu di negara ini sehingga banyak orang dilahirkan kembali dan memiliki hayat ilahi di dalam mereka, bukan sekedar orang Kristen sebutan. Berkatilah hamba-hamba-Mu yang berjuang demi Injil di setiap pelosok negeri ini sehingga setiap benih firman yang ditaburkan bertumbuh di atas tanah yang baik dan menghasilkan buah.

13 September 2007

Matius Volume 5 - Minggu 3 Jumat

Tanah yang Bersemak Duri dan Tanah yang Baik
Matius 13:7-8
Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati. Dan sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.

Sebagian benih lagi jatuh di tengah semak duri, namun ketika benih itu mulai bertumbuh, semakin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati (Mat. 13:7). Semak duri melambangkan kekuatiran zaman ini dan tipu daya kekayaan, yang akhirnya menghimpit firman itu, membuatnya tidak bisa bertumbuh dalam hati dan membuatnya menjadi tidak berbuah. Kita harus ingat bahwa semak duri berasal dari si ular dalam Kejadian 3:18. Segala macam tipu daya, termasuk kekuatiran, adalah bersumber dari Iblis.
Iblis itu sangat licik. Rancangan tipu dayanya adalah untuk menghimpit pertumbuhan Kristus di dalam kita. Ia berusaha mencobai kita dengan kekayaan yang tidak pasti, penghasilan yang lebih tinggi, rumah yang lebih besar, mobil yang lebih mewah, dan seterusnya. Kalau tidak waspada, semua semak duri ini justru menjerumuskan kita ke dalam kekuatiran dan siklus perbudakan setani yang tak ada habis-habisnya. Iblis menginginkan kita menjadi budak dari yang namanya taraf hidup. Dia akan merangsang kita untuk bekerja lebih keras dan lebih lama untuk menghasilkan lebih banyak uang dan untuk membelanjakan lebih banyak uang pula. Ini adalah jebakan. Jangan terperangkap olehnya. Tidak sedikit orang Kristen yang telah masuk ke dalam jerat ini dan terperangkap olehnya.
Kalau hidup kita bukan untuk kerajaan, kira-kira apakah yang akan menduduki kita? Apakah yang mungkin akan kita lakukan di malam akhir pekan? Ke manakah kita mungkin akan pergi? Tak diragukan, kita pasti akan pergi ke tempat di mana kita bisa mendapatkan kenikmatan duniawi. Semuanya ini adalah jerat. Hidup kita bukan untuk jaman ini, tetapi untuk kerajaan. Kalau kita mencari kerajaan dan kebenarannya, maka semua yang kita perlukan akan Tuhan tambahkan bagi kita (Mat. 6:33). Perkara kerajaan menuntut kita membayar harga. Kalau kita mau membayar harga demi kerajaan, Tuhan pasti akan merawat kehidupan kita. Ini adalah janji Tuhan yang pasti.

Mat. 13:7-8, 23; 6:33

Terakhir, sebagian benih lagi jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat (Mat. 13:8). Tanah yang baik melambangkan hati yang baik, yang tidak dikeraskan oleh lalu lintas duniawi, yang tidak memiliki dosa-dosa yang tersembunyi, dan yang tidak memiliki kekhawatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan. Hati yang demikian memberikan setiap jengkal tanahnya untuk menerima firman, agar firman itu bisa bertumbuh, berbuah, dan bahkan menghasilkan buah seratus kali lipat (Mat. 13:23).
Hati yang baik adalah hati yang tidak ada lalu lintas duniawi, tidak berbatu-batu, dan tidak ada semak duri. Tidak ada dosa yang tersembunyi, ego, nafsu atau daging, dan tidak ada kekuatiran dunia atau tipu daya kekayaan. Hati yang demikian adalah tanah yang baik yang menumbuhkan Kristus. Kristus sebagai benih hayat hanya dapat bertumbuh dalam hati semacam ini, tanah yang semacam ini. Inilah tanah yang dapat menumbuhkan kerajaan.
Sekalipun terdapat begitu banyak orang Kristen, namun berapa banyakkah yang merupakan tanah yang baik? Berapa banyak yang tidak ada lalu lintas duniawi, tidak ada dosa yang tersembunyi, daging, nafsu, atau ego yang tersembunyi dan tidak ada kekuatiran atau tipu daya kekayaan? Berapa banyak orang yang miskin dalam roh dan murni dalam hati? Menemukan orang Kristen yang sedemikian tidaklah mudah. Walaupun orang-orang di sekeliling kita mungkin adalah orang-orang Kristen, tetapi kita jarang menemukan seorang yang benar-benar miskin dalam roh dan murni hatinya.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita masih mempunyai lalu lintas duniawi dalam hati kita? Apakah kita benar-benar miskin dalam roh dan murni dalam hati? Adakah batu-batu yang tersembunyi di dalam hati kita? Bagaimana dengan kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan? Kita mungkin mempunyai terlalu banyak lalu lintas duniawi, tetapi Tuhan menyelamatkan kita dari pinggir jalan dan menempatkan kita di tengah-tengah ladang. Walau demikian, kita masih harus menggali semua batu-batu yang tersembunyi dan mencabut semua semak duri, untuk menjadikan hati kita tanah yang baik.

Doa:
Tuhan Yesus, cabutlah setiap akar kekuatiran di dalamku. Aku tidak ingin tanah hatiku ditumbuhi oleh semak belukar kekuatiran sehingga menghimpit firman iman di dalamku. Tuhan, aku mau menyerahkan setiap beban kekuatiranku kepada-Mu, karena Engkaulah yang memelihara aku. Kesetiaan-Mu, kasih-Mu, kekuatan-Mu, dan keadilan-Mu adalah jaminan hidupku yang terbaik.

12 September 2007

Matius Volume 5 - Minggu 3 Kamis

Tanah yang Berbatu-batu
Matius 13:5-6
Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi sesudah matahari terbit, layulah tanam-tanaman itu dan menjadi kering karena tidak berakar.

Walau hati kita tidak seperti tanah di pinggir jalan, bukan berarti hati kita sudah bebas dari masalah. Dalam perumpamaan tentang penabur, Tuhan juga menyebutkan jenis tanah yang kedua, yakni tanah yang berbatu-batu. Tanah yang berbatu-batu kelihatannya baik untuk bercocok tanam, namun tanahnya tipis. Di permukaan kelihatannya bagus, gembur, namun di bawahnya tersembunyi bebatuan. Batu-batu ini tidak hanya melambangkan dosa-dosa yang tersembunyi, tetapi terlebih melambangkan pikiran, emosi, dan tekad kita yang alamiah. Pikiran yang belum diperbarui, emosi yang belum dijamah oleh Tuhan, dan tekad yang belum ditundukkan adalah tiga batu besar yang bercokol dalam hati kita.
Kalau kita ingin Kristus sebagai benih kerajaan bertumbuh di dalam kita, kita perlu mengosongkan pikiran kita dari konsep-konsep lama kita. Kita harus menyadari bahwa apa yang menghambat Tuhan Yesus berakar di dalam kita adalah pikiran alamiah kita yang tersembunyi di bawah permukaan hati yang lembut. Tidak hanya itu, emosi kita pun perlu ditanggulangi dan dilatih oleh Tuhan sedemikian rupa sehingga tidak mudah menyandung orang atau tersandung oleh perkataan orang. Emosi yang tidak terkendali membuat hati seseorang menjadi dangkal.
Terakhir, menyangkut masalah tekad. Ada orang yang pendiriannya terlalu kuat sehingga tidak bisa diubah oleh siapa pun, termasuk Tuhan. Apa pun yang firman Tuhan katakan, tidak bisa mengubah prinsip atau pendiriannya. Orang yang demikian sangat sulit menumbuhkan benih firman. Kita sungguh perlu berdoa, “Tuhan, belas kasihani aku. Jangan biarkan hatiku dikeraskan oleh lalu lintas duniawi. Galilah semua bebatuan dalam hatiku. Berakar dan bertumbuhlah dari rohku hingga ke setiap bagian hatiku.”

Mat. 13:5-6; 13:21

Hati yang dilambangkan dengan tanah yang berbatu-batu mencerminkan kehidupan kristiani yang dangkal. Kehidupan semacam ini tidak bisa tahan lama, tidak tahan ujian; pada awalnya kelihatan baik, tetapi kesudahannya tidak baik. Menurut penampilan luarnya, benih itu “segera tumbuh”, bahkan bertumbuh dengan cepat. Perkembangannya cepat, dan kemajuannya cepat, tetapi setelah itu kesudahannya sangat mengecewakan, karena begitu matahari terbit, ia tidak tahan, layu, dan menjadi kering. Cepat bertunas, tetapi juga cepat menjadi kering. Tunas yang tidak tahan terik matahari, sulit mempunyai harapan menjadi matang; tunas yang tidak tahan terik matahari, cepat sekali layu dan kering.
Banyak kehidupan orang Kristen yang keadaan kehidupannya demikian. Ketika baru mendengarkan firman, menerimanya dengan cepat dan senang, mengira dirinya telah memiliki segalanya, melebihi segalanya, bahkan mau mengeluarkan harga berapa pun, mau menempuh jalan apa pun. Di hadapan Allah, dia mempunyai minat, mempunyai persembahan. Di hadapan manusia, dia juga bisa bersaksi, sangat bergairah. Tetapi tidak disangka, dalam jangka waktu yang singkat, begitu ujian menimpa dirinya, dia mulai goyah, mulai merasa susah, mulai tidak tahan, mulai takut, mulai mundur dan jatuh.
Mengapa Allah membiarkan matahari menyinari kita, membiarkan kesulitan menimpa kita? Matahari dengan panasnya yang terik melambangkan penderitaan atau penganiayaan (Mat. 13:21). Panas matahari yang terik membuat benih yang tidak berakar itu menjadi layu. Asal benih itu berakar dalam, panas matahari akan membantu pertumbuhan dan kematangan tanaman. Tetapi karena benih itu tidak berakar, panas matahari yang seharusnya membuat benih itu bertumbuh dan matang, malah menjadi suatu pukulan yang mematikan bagi benih itu. Kalau kita bercabang hati, kita tidak puas akan pengaturan Allah, kita ingin menempuh jalan yang kita sendiri pandang baik, tidak perlu menunggu lama, kerohanian kita sudah mulai layu. Setiap kali kita mendengar suatu firman, seolah-olah ada perkara menunggu untuk menguji kita. Tidak mengapa, asal benih itu berakar dalam, terik matahari justru membantu kita bertumbuh.

Doa:
Tuhan Yesus, belas kasihanilah aku agar nampak setiap batu yang bercokol dalam tanah hatiku. Berilah aku kekuatan untuk menggali setiap batu agar firman-Mu dapat bertumbuh di dalamku. Terangilah aku agar dapat dengan tuntas menanggulangi dosa, hawa nafsu, ego, dan daging yang tersembunyi di dalamku.

11 September 2007

Matius Volume 5 - Minggu 3 Rabu

Tanah di Pinggir Jalan
Matius 13:4
Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis.

Dalam perumpamaan tentang penabur, benih ditaburkan ke tanah yang melambangkan diri kita. Satu Korintus 3:9 berkata bahwa kita adalah ladang Allah. Namun, tidak semua jenis tanah baik untuk pertumbuhan benih. Matius 13:4 mengatakan, “Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis.” Tanah jenis pertama adalah tanah di pinggir jalan, perbatasan antara ladang dengan jalan. Karena letaknya yang sangat dekat dengan jalan, tanah itu menjadi keras karena lalu lintas. Akibatnya benih itu sulit untuk menembusnya. Menyadari situasi itu, burung-burung di udara segera datang dan memakan benih-benih itu. Burung di sini melambangkan si jahat, Iblis, yang datang dan merebut firman kerajaan yang ditaburkan ke hati yang keras.
Tanah di pinggir jalan melambangkan hati yang telah dikeraskan oleh lalu lintas duniawi dan tidak dapat terbuka untuk memahami firman kerajaan (Mat. 13:19). Hati yang keras sangat berkaitan dengan orang yang tidak miskin dalam roh, karena begitu banyak lalu lintas duniawi di dalam hatinya. Pendidikan, perdagangan, politik, ilmu pengetahuan, pekerjaan, promosi, posisi, dan ambisi, semuanya ini dapat mengeraskan tanah hati kita.
Dalam suatu perhimpunan ibadah, ketika kita mendengar firman kerajaan diberitakan, bagaimanakah hati kita? Kita mungkin setuju dengan firman yang disampaikan, tetapi hati kita tetap keras. Akibatnya, sepulang dari tempat tersebut, kita tidak membawa pulang satu firman pun, karena firman-firman itu telah dimakan oleh burung-burung di udara. Sesungguhnya Satan tidak pernah tertidur; dia selalu mengamati dan mencari kesempatan untuk merebut firman kerajaan dari hati yang keras. Karena itu kita perlu berdoa, “Tuhan Yesus, jangan biarkan hatiku dikeraskan oleh lalu lintas dunia ini.”

Mat. 13:4; 1 Kor. 3:9; 13:19

Karena kondisi hati sangat berkaitan dengan pertumbuhan benih hayat di dalam kita, maka Allah tidak bisa tidak harus menanggulangi hati kita, supaya hayat-Nya dapat bertumbuh dan disalurkan keluar dari diri kita. Terhadap Allah, hati kita mempunyai empat masalah, yaitu: tidak lembut, tidak murni, tidak mengasihi, tidak damai. Tidak lembut adalah masalah tekad; tidak murni adalah masalah pikiran; tidak mengasihi adalah masalah emosi; dan tidak damai adalah masalah hati nurani. Ketika Allah menanggulangi hati kita, pertama-tama Dia menanggulangi hati kita yang keras.
Demi bertumbuhnya benih ilahi di dalam kita, Allah ingin hati kita menjadi lembut. Menjadi lembut berarti kehendak hati tunduk dan pasrah kepada Allah, bukannya tegar tengkuk dan memberontak. Ketika kita baru beroleh selamat, hati selalu lembut. Tetapi, sejangka waktu kemudian, hati kita bisa kembali menjadi keras, tidak taat kepada Tuhan, bahkan tidak takut kepada Tuhan, kembali jatuh dari hadirat Tuhan. Mengapa? Karena kita mungkin terlibat terlalu dalam dengan perkara-perkara duniawi, terlalu dekat dengan lalu lintas dunia ini. Kapan saja hati kita mengeras, berarti kita ada masalah di hadapan Allah.
Banyak orang yang hatinya lembut dalam banyak hal, tetapi begitu menyinggung tentang Allah dan kehendak-Nya, hati mereka segera menjadi sangat keras. Ini sangat mengerikan! Sebaliknya, ada pula orang yang keras terhadap banyak hal, namun ketika Allah dan kehendak-Nya disebutkan, hati mereka menjadi lembut. Kita perlu meminta Allah menanggulangi hati kita sedemikian rupa sehingga cukup lembut bagi pertumbuhan benih firman kerajaan.
Bagaimanakah cara Allah melembutkan hati kita? Kadang-kadang Dia menggunakan kasih-Nya untuk mengharukan kita, namun tidak jarang pula Dia menggunakan hukuman untuk memukul kita. Seringkali Allah menggunakan kasih-Nya lebih dulu untuk mengharukan kita. Kalau kasih tidak dapat mengharukan kita, Dia akan menggunakan tangan-Nya, melalui lingkungan memukul kita sampai hati kita menjadi lembut. Hanya ketika hati kita dilembutkan, benih Allah dapat bertumbuh tanpa rintangan di dalam kita.

Doa:
Tuhan Yesus, jauhkanlah aku dari lalu lintas duniawi yang membuat hatiku keras terhadap benih ilahi-Mu. Bekerjalah di dalamku guna melembutkan tanah hatiku, sehingga hatiku boleh merespon setiap firman kerajaan yang ditaburkan. Berilah aku kekuatan untuk membatasi diri dari lalu lintas duniawi hari ini.

10 September 2007

Matius Volume 5 - Minggu 3 Selasa

Jalan untuk Menghasilkan Buah
Matius 13:3
Dan Ia mengucapkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Kata-Nya: “Adalah seorang penabur keluar untuk menabur.”

Tujuan Allah menabur benih adalah untuk menuai. Sekarang kita harus melihat bagaimana prinsip Allah menuai. Yohanes 12:24 mengatakan, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati ia akan menghasilkan banyak buah.” Firman di sini mengacu kepada bagaimana Tuhan Yesus mati, bagaimana membagikan hayat kepada kita. Di sini kita nampak, jalan penuaian harus melalui kematian, harus melalui salib. Tujuan Allah menabur adalah supaya sebiji gandum menghasilkan banyak butir, menghasilkan tuaian yang berlimpah.
Allah bukan hanya mengutus seorang nabi untuk menjelaskan firman-Nya, tetapi terlebih mengutus Anak-Nya, mengambil Anak-Nya sebagai sebutir biji gandum, supaya Ia jatuh ke dalam tanah dan mati, lalu menghasilkan banyak butir. Apakah maknanya bagi kita? Artinya untuk menghasilkan buah, diperlukan lebih dari sekedar khotbah yang jelas atau penguasaan Alkitab. Untuk menghasilkan banyak buah, kita harus “jatuh ke dalam tanah dan mati”. Inilah pekerjaan salib.
Dalam Injil Yohanes 12:25, Tuhan berkata, “Siapa saja yang mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi siapa saja yang membenci nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal.” Ayat selanjutnya mengatakan, “Siapa saja yang melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada.” Semua orang yang melayani Tuhan harus demikian. Sebutir biji gandum jatuh ke dalam tanah dan mati, bukan mengacu kepada penebusan dosa, melainkan mengacu kepada penyingkiran hayat ego. Prinsipnya, setelah mati baru bisa mendapatkan hayat. Paulus berkata, “Maut giat di dalam diri kami dan hidup giat di dalam kamu” (2 Kor. 4:12). Inilah prinsip penting untuk menghasilkan banyak buah.

Mat.13:3; Yoh. 12:24-26; 2 Kor. 4:12

Sebutir biji gandum harus jatuh ke dalam tanah dan mati, baru bisa menghasilkan banyak butir. Sebutir biji gandum yang belum jatuh ke dalam tanah, biasanya masih memiliki kulit luar yang utuh. Lapisan kulit ini bisa menjaga agar benih itu tidak terluka, tetapi juga bisa menyebabkan benih itu tidak menghasilkan buah. Kalau kulit luarnya tidak pecah, hayat di dalam benih itu tidak bisa keluar. Sampai sebutir biji gandum itu ditanam di dalam tanah, terkena kelembaban tanah, kemudian kulit itu pecah, terusak, barulah hayat yang di dalam benih itu keluar.
Tuhan adalah sebutir biji gandum yang jatuh ke dalam tanah. Biji gandum itu mati, lalu menghasilkan banyak butir. Melalui kematian, Ia mendapatkan hayat untuk menghasilkan buah. Inilah yang terjadi pada diri Tuhan dan demikian pula seharusnya pada diri kita. Sebab itu, prinsip menghasilkan buah tidak tergantung pada berkhotbah atau suatu pergerakan terorganisir, melainkan tergantung pada pengalaman akan salib. Siapa yang pernah “jatuh ke dalam tanah dan mati”, orang yang menyentuhnya akan mengetahui. Bagaimana dengan kita? Adakah kita pengalaman jatuh ke tanah dan mati?
Apakah ciri dari seorang yang telah “jatuh ke dalam tanah dan mati”? Kulit luar atau hayat alamiahnya telah terusak. Tidak peduli watak alamiah kita itu keras atau lembut, semua itu adalah kulit luar yang menghalangi keluarnya hayat Allah melalui kita. Kalau salib bekerja di atas diri kita, barulah “kulit luar” kita itu tersingkir. Jika kita berbicara dengan orang yang “kulit luarnya” telah diremukkan oleh Allah, maka dengan segera kita akan menjamah hayat.
Di hadapan Allah, hanya orang yang telah “jatuh ke dalam tanah dan mati”, baru memiliki buah. Orang yang tidak pernah melalui “mati”, tidak akan pernah memiliki buah. Mungkin saja ada ratusan, bahkan ribuan orang mengikuti kita, tetapi di hadapan Allah, kita sama sekali tidak ada buah. Prinsip berbuah adalah setelah mati, lalu menghasilkan banyak butir; kalau tidak mati tetap satu butir saja. Kalau satu butir benih tidak pernah mati, ia tidak akan pernah berbuah. Semoga Allah membelaskasihani kita, supaya kita bisa menjadi benih Allah yang jatuh ke dalam tanah dan mati, sehingga melalui diri kita Allah mendapatkan banyak buah bagi kemuliaan-Nya.

Doa:
Tuhan Yesus, terangilah aku agar nampak bahwa yang Kauperhatikan adalah pertumbuhan benih ilahi di dalamku, bukan kesibukan pelayanan yang di luaran. Karena itu bantulah aku mengenal bagian mana dari diriku yang perlu ditanggulangi sehingga hayat-Mu dengan leluasa dapat bertumbuh dewasa di dalamku.

09 September 2007

Matius Volume 5 - Minggu 3 Senin

Penabur dan Benih
Matius 13:3
Dan Ia mengucapkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Kata-Nya: “Adalah seorang penabur keluar untuk menabur.”

Dalam Matius 13:3-4, Tuhan mengutarakan sebuah perumpamaan mengenai seorang penabur yang keluar untuk menabur benih. Dalam pekerjaan pendahuluan-Nya untuk mendirikan Kerajaan Surga, Tuhan Yesus datang sebagai penabur. Kedatangan Tuhan ke dunia bukan sekedar untuk memberikan pengajaran, namun terlebih untuk menabur benih.
Tuhan memberi tahu murid-murid bahwa benih di sini adalah firman Allah, yaitu firman Kerajaan Surga. Benih itu juga adalah anak-anak kerajaan, umat kerajaan (Mat. 13:38), yaitu orang-orang yang dilahirkan dari Allah. Ketika Tuhan menabur benih, bukan hanya menabur firman hayat, tetapi juga menabur orang. Tuhan datang ke bumi, Ia tidak hanya memberitakan firman-Nya, Dia juga ingin mendapatkan sekelompok orang sebagai benih yang ditaburkan.
Dalam Alkitab, di satu pihak menyebut firman yang keluar dari mulut Allah adalah firman Allah; di pihak lain juga menyebut Anak yang diutus oleh Allah adalah firman Allah. Injil Yohanes 1:1 mengatakan, “Pada mulanya adalah firman, firman itu bersama-sama dengan Allah dan firman itu adalah Allah.” Firman ini telah menjadi manusia dan tinggal di tengah-tengah kita, penuh dengan kasih karunia dan kebenaran. Kita tahu bahwa ini ditujukan kepada Tuhan Yesus. Dia adalah firman yang hidup, Dia adalah firman hayat. Tatkala kita mendengarkan Dia, berarti kita mendengarkan firman. Tatkala kita menjamah Dia, kita menjamah firman.
Kita patut memuji Tuhan karena Dia bukan saja firman Allah, Dia juga benih. Allah mengutus Putra-Nya datang ke bumi untuk menaburkan diri-Nya sendiri sebagai benih di dalam kita. Sekarang, tanggung jawab kita adalah membiarkan benih ini bertumbuh besar di dalam kita. Inilah makna hidup kita sebagai umat kerajaan. Seluruh perhatian kita haruslah terfokus pada pertumbuhan benih ini.

Mat. 13:1-4; 13:38; Yoh. 1:1; 12:24; 1 Ptr. 1:3

Kristus mendirikan Kerajaan Surga bukan dengan cara berperang atau dengan memberikan banyak pengajaran, melainkan dengan menaburkan diri-Nya sebagai benih hayat ke dalam manusia. Injil Yohanes 12:24 mengatakan, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” Tuhan Yesus adalah sebutir benih. Dari sebutir benih inilah akan dihasilkan banyak butir.
Apakah artinya “menghasilkan banyak buah”? Artinya Tuhan melalui kematian dan kebangkitan-Nya telah melahirkan kita kembali (1 Ptr. 1:3), menghasilkan kita sebagai benih-benih, sama seperti Dia. Tuhan menghendaki semua orang milik-Nya menjadi benih untuk ditanam. Karena itu, kita harus merenungkan, kalau Tuhan mengambil kita sebagai benih untuk ditabur, kelak akan menghasilkan buah apa? Apa yang ditabur oleh manusia, itu juga yang dituainya. Orang-orang yang kita bantu, sering kali serupa dengan diri kita. Dengan kata lain, apa yang kita tuai menyatakan apa adanya diri kita.
Benih yang baik bukan saja firman Kerajaan Surga, benih yang baik juga adalah anak-anak Kerajaan Surga. Memberitakan firman Allah sama sekali tidak tergantung pada mulut kita bisa mengutarakan atau tidak, melainkan tergantung pada berapa banyak kadar hayat yang tersusun di dalam kita. Firman Allah sampai di atas diri kita harus melalui pengujian salib. Sama seperti tukang keramik menggambar di atas keramik. Kalau keramiknya tidak melalui api, begitu dijamah sedikit saja, gambar itu pasti segera rusak; harus melalui api barulah gambar itu menjadi permanen.
Setelah kita menerima firman, maka Allah melalui situasi, melalui wahyu, akan “membakar” kita, sampai suatu hari diri kita menjadi firman itu. Kalau tidak demikian, kita tidak bisa menjadi benih yang baik. Firman di atas diri kita seharusnya bukan menjadi pengetahuan atau doktrin belaka, melainkan harus melalui ujian salib agar menjadi pengalaman kita yang subyektif. Kita perlu berdoa mohon Tuhan membawa kita memasuki pengalaman atas setiap firman yang kita dengar. Hanya dengan jalan ini, firman dapat tersusun ke dalam kita dan menjadi satu dengan kita. Inilah jalan untuk menjadi benih yang baik.

Doa:
Tuhan Yesus, biarlah benih ilahi yang telah Kautaburkan ke dalamku bertumbuh tanpa halangan sehingga menghasilkan kerajaan di dalamku. Ampunilah bila selama ini aku mengabaikan pertumbuhan benih itu di dalamku. Aku mau belajar memberikan setiap bagian hatiku bagi pertumbuhan hayat-Mu di dalamku.

07 September 2007

Matius Volume 5 - Minggu 2 Sabtu

Reaksi Tuhan terhadap Penolakan
Matius 12:20-21
Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang. Dan pada-Nyalah bangsa-bangsa akan berharap.

Sebagai orang yang diurapi dengan Roh, Kristus tidak hanya tidak akan berteriak di jalan-jalan (Mat. 12:19), Dia pun tidak akan memutuskan buluh yang patah terkulai dan tidak akan memadamkan sumbu yang pudar nyalanya (Mat. 12:20). Orang-orang Yahudi biasa membuat suling dari buluh. Bila buluh itu sudah terkulai, mereka mematahkannya. Mereka juga membuat obor dengan sumbu yang menyalakan minyak. Bila minyaknya habis, sumbu itu akan berasap (pudar nyalanya) dan mereka memadamkannya. Sebagian umat Tuhan seperti buluh yang terkulai, yang tidak dapat mengeluarkan suara musik; yang lain seperti sumbu yang berasap, yang tidak dapat menghasilkan terang yang memancar. Namun Tuhan tidak akan memutuskan buluh yang terkulai atau memadamkan sumbu yang berasap.
Kehidupan rohani kita seringkali mirip dengan buluh yang terkulai dan sumbu yang pudar nyalanya. Kita tidak bisa memuji dan bersukacita, juga tidak bisa memancarkan terang Injil kepada orang-orang di dekat kita. Walau keadaan kita demikian adanya, Tuhan tidak akan memutuskan atau memadamkan kita. Sebaliknya Dia masih membukakan pintu anugerah kepada kita semua, mengharapkan kita bertobat dan berharap kepada-Nya.
Boleh jadi kita menolak Dia hari ini. Kita mungkin enggan untuk berdoa, malas membaca firman-Nya, acuh tak acuh dalam melayani Dia, atau tidak taat terhadap perkataan-Nya di batin kita. Tetapi Dia akan tetap berbelas kasihan kepada kita. Esok hari jika kita berkata, “Tuhan Yesus, aku bertobat.” Dia dengan rahmat-Nya akan mengampuni kita. Dia tidak pernah mematahkan buluh yang terkulai atau memadamkan sumbu yang pudar nyalanya. Sebaliknya, Dia akan menunggu kita datang kepada-Nya untuk menerima belas kasihan dan anugerah-Nya. Inilah balasan Tuhan terhadap penolakan kita.

Mat. 12:19-50

Karena penolakan oleh kaum agamawan Yahudi, Raja surgawi dengan keselamatan-Nya berpaling kepada bangsa-bangsa lain (Mat. 12:21). Kini bangsa-bangsa lain berharap dalam nama-Nya, percaya kepada-Nya, dan menerima Dia sebagai Penyelamat rajani mereka.
Pembangunan Kerajaan Surga memerlukan peperangan rohani. Peperangan ini tercantum dalam Matius 12:22-37. Ketika Kristus, Raja surgawi, membangun Kerajaan Surga di antara manusia di bumi, sesungguhnya Dia tengah berperang. Adanya peperangan rohani dibuktikan dengan terjadinya penolakan oleh kaum agamawan terhadap ministri-Nya.
Klimaks dari penolakan terhadap Kristus diawali dengan penyembuhan seorang yang kerasukan setan (Mat. 12:22-23). Sekalipun banyak orang takjub, orang-orang Farisi iri hati, sehingga mereka tidak bisa bertoleransi terhadap fakta bahwa dengan mukjizat yang luar biasa itu Tuhan Yesus telah mendapatkan banyak orang. Sebab itu, orang-orang Farisi berkata, “Dengan Beelzebul, pemimpin setan, Ia mengusir setan” (Mat. 12:24). Inilah hujat terbesar yang ditujukan kepada Yesus oleh orang-orang Farisi yang menentang-Nya.
Tuduhan orang-orang Farisi memberi Kristus kesempatan untuk mewahyukan beberapa hal penting lagi. Pertama, bahwa Iblis memiliki kerajaan yang dibangun di atas bumi dan di antara manusia (Mat. 12:26). Kedua, bahwa Dia mengusir setan oleh Roh Allah dan inilah datangnya Kerajaan Allah (Mat. 12:28). Ketiga, bahwa sebelum Tuhan mengusir setan, terlebih dulu Dia berperang melawan Iblis dan mengikatnya (Mat. 12:29). Keempat, bahwa hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni, karena Roh Kudus tidak memiliki tumpuan untuk bekerja di atas orang yang menghujat (Mat. 12:31). Kelima, bahwa setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman (Mat. 12:36). Keenam, bahwa Anak Manusia akan mati, dikuburkan, dan bangkit pada hari yang ketiga, sebagaimana Yunus tinggal di dalam perut ikan besar selama tiga hari tiga malam (Mat. 12:40). Ketujuh, bahwa Kristus adalah Salomo yang lebih besar (Mat. 12:42). Terakhir, bahwa Kristus memutuskan hubungan-Nya dalam daging dengan orang Yahudi (Mat 12:48-50), dan sejak saat itu hubungan-Nya dengan para pengikut-Nya bukan di dalam daging, melainkan di dalam roh.

Doa:
Tuhan Yesus, aku bersyukur atas kesetiaan-Mu terhadapku. Walau aku sering mendukakan Roh-Mu, namun Engkau tidak serta merta menghukum aku. Karuniakanlah kepadaku hati yang mudah bertobat, sehingga Engkau ada jalan untuk memulihkan aku. Belas kasihanilah aku agar terlepas dari setiap pekerjaan si jahat yang selalu berusaha menjatuhkan aku.

06 September 2007

Matius Volume 5 - Minggu 2 Jumat

Menikmati Sabat yang Sejati
Matius 12:1
Pada waktu itu, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum. Karena lapar, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya.

Pada waktu Tuhan memanggil orang untuk beristirahat dari segala usaha memelihara hukum Taurat dan peraturan-peraturan agama, Dia berjalan melintasi ladang gandum pada hari Sabat, dan murid-murid-Nya mulai memetik bulir gandum dan memakannya, seakan-akan melanggar hari Sabat. Anak kalimat “pada waktu itu” sangat penting, yang menunjukkan waktu Tuhan memanggil orang untuk masuk ke dalam perhentian-Nya. Pada saat itu, semua murid-Nya lapar. Ketika kita lapar, kita tidak punya perhentian. Perhentian mencakup juga kepuasan. Ketika kita puas, kita memiliki perhentian.
Ketika Tuhan memanggil orang masuk ke dalam perhentian, murid-murid-Nya lapar. Karena itu, Dia membawa mereka ke ladang gandum. Ini merupakan suatu lambang. Pada hari Sabat, hari perhentian, Tuhan memanggil orang-orang masuk ke dalam perhentian yang sejati, yaitu kepada diri-Nya sendiri. Hal ini Ia lakukan karena di dalam hari Sabat yang agamawi, tidak ada perhentian yang sejati. Itulah sebabnya Tuhan berkata, “Marilah kepada-Ku,..., Aku akan memberi kelegaan kepadamu.”
Hari ini banyak orang berkecimpung di dalam agama, namun tidak ada perhentian. Lihatlah apa yang terjadi di antara para penganut dan tokoh-tokoh agama hari ini. Perselisihan, pertengkaran, saling mengecam, bahkan bentrokan fisik pun sering terjadi. Bukankah ini pertanda bahwa mereka tidak memiliki perhentian? Kita harus berpaling dari ritual agama kepada Kristus, Persona yang hidup itu. Mengapa? Karena ritual dan peraturan agama hanya bisa menuntut kita melakukan ini dan itu, tetapi Tuhan memperhatikan rasa lapar kita. Dia selalu ingin memuaskan rasa lapar yang timbul dari batin kita. Begitu rasa lapar ini dipuaskan, kita pun segera menikmati perhentian. Sekarang, yang perlu kita lakukan adalah datang kepada-Nya.

Mat. 12:1-21; Kej. 2:2; Yeh. 20:12; Ul. 5:15

Orang Farisi menyalahkan apa yang dilakukan oleh murid-murid Tuhan, dengan mengatakan bahwa memetik bulir gandum tidak boleh mereka lakukan pada hari Sabat (Mat. 12:2). Apakah makna hari Sabat bagi umat Allah? Hari Sabat ditetapkan supaya orang-orang Yahudi mengingat penyelesaian penciptaan Allah (Kej. 2:2), memelihara tanda perjanjian yang diadakan oleh Allah dengan mereka (Yeh. 20:12), dan mengingat penebusan Allah yang sudah rampung bagi mereka (Ul. 5:15). Karena itu, melanggar hari Sabat adalah perkara yang serius dalam pandangan orang Farisi yang agamawi. Tetapi Tuhan menunjukkan kepada mereka bahwa mereka tidak memiliki pengenalan yang memadai mengenai Kitab Suci (Mat. 12:3-8). Mereka hanya memperhatikan tata cara memelihara hari Sabat, namun tidak memperhatikan rasa lapar orang. Alangkah bodohnya jika kita hanya memperhatikan tata cara yang sia-sia, namun mengabaikan kepuasan dan perhentian yang sejati!
Setelah Yesus menyampaikan pembelaan-Nya atas tuduhan orang-orang Farisi berkenaan dengan hari Sabat, Ia pun masuk ke rumah ibadat dan menyembuhkan seorang yang tangannya mati sebelah (Mat. 12:9-13). Hal itu dilakukan-Nya untuk menunjukkan bahwa Ia memperhatikan anggota-anggota-Nya. Tuhan mengibaratkan orang yang mati sebelah tangannya itu sebagai domba. Tangan adalah anggota tubuh, dan domba adalah anggota kawanan. Tuhan mau melakukan apa saja untuk menyembuhkan anggota-anggota-Nya, untuk menyelamatkan domba-Nya yang jatuh.
Hari Sabat atau bukan, yang Tuhan perhatikan adalah terpuaskannya rasa lapar murid-murid-Nya dan kesembuhan anggota Tubuh-Nya yang mati. Bagi Dia, peraturan-peraturan tidak menjadi masalah; menyelamatkan domba-Nya yang jatuh adalah segalanya. Adakah kita sikap seperti ini? Adakah kita memperhatikan “domba-domba” yang lapar dan menyelamatkan mereka yang jatuh? Peraturan apa pun yang menghalangi orang datang kepada Kristus untuk dipuaskan dan disembuhkan, tidak seharusnya kita pelihara. Orang yang lapar dan sakit tidak mungkin menikmati perhentian, kecuali mereka datang kepada Tuhan dan disembuhkan oleh-Nya, karena Dialah Sabat yang sejati itu.

Doa:
Tuhan Yesus, Engkaulah Sabat yang sejati. Selain Engkau, tidak ada satupun hal di dunia ini yang bisa memberikan kelegaan kepadaku. Baik dunia maupun agama hanya membuat beban hidupku bertambah berat. Karena itu aku mau datang kepada-Mu, puaskanlah rasa laparku dengan diri-Mu sendiri sehingga aku beroleh perhentian.

05 September 2007

Matius Volume 5 - Minggu 2 Kamis

Memanggil Orang yang Berbeban Berat
Matius 11:28
Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.

Penolakan yang dialami oleh Tuhan berada di bawah kedaulatan Allah Bapa. Matius 11:26 mengatakan, “Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu.” Bapa berkenan melihat Putra ditolak. Bagi kita sulit mempercayai hal ini. Jika orang tua dan sanak saudara kita bersatu dengan kita dalam menerima Injil dan menempuh jalan Tuhan, kita tentu akan gembira dan memuji Tuhan. Tetapi di sini kita wajib memuji Tuhan ketika kita mengalami penolakan, “Aku memuji Engkau Bapa, sebab Engkaulah Tuhan langit dan bumi. Segala sesuatu berasal dari Bapa dan Aku memuji Engkau karena situasi ini.”
Mengapakah kita sering merasa kecewa ketika kia ditolak atau disalahpahami orang? Tidak lain karena kita kurang mengenal baik Bapa maupun Anak. Kita mungkin tahu tentang Bapa dan Anak, tetapi belum mengenal secara subyektif. Tidak hanya mereka yang menolak Tuhan yang tidak mengenal Bapa, kita yang ditolak pun mungkin belum mengenal Bapa maupun Anak dengan baik. Kalau kita memiliki pengenalan yang memadai akan Bapa dan Anak, apa pun yang menimpa kita, tidak akan membuat kita kecewa dan putus asa.
Dalam Injil Yohanes 6:37, Tuhan berkata, “Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan siapa saja yang datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang”. Karena kita telah diberikan Bapa kepada Kristus, maka kita bisa datang kepada-Nya, dan Ia sekali-kali tidak akan membuang kita. Bukankah perkataan ini menguatkan kita? Orang boleh saja menolak, mengkritik, atau menyalahpamahi kita, tetapi kita tahu dengan pasti bahwa Tuhan tidak akan membuang kita. Kalau kita memiliki pengenalan ini, tidak ada satu alasan pun bagi kita untuk kecewa karena penolakan dan penentangan. Selain itu, pengenalan ini akan membuat kita sering-sering datang kepada Tuhan dan tinggal di dalam hadirat-Nya. Lihatlah, situasi yang sulit justru membantu kita untuk datang kepada-Nya.

Mat. 11:26-28; 26:39; Yoh. 3:27; 6:37; 17:6

Dalam Matius 11:28, Tuhan menyerukan panggilan: “Marilah kepada-Ku, semua yang telah letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.” Sungguh perkataan yang penuh anugerah (kasih karunia). Letih lesu yang disebutkan dalam ayat ini bukan hanya mengacu kepada jerih lelah dalam memelihara perintah hukum Taurat dan peraturan-peraturan agamawi, tetapi juga mengacu kepada jerih lelah dalam berjuang untuk berhasil dalam pekerjaan apa saja. Jadi, siapa yang berjerih lelah, selalu memikul beban berat. Adakah kita lelah dan berbeban berat hari ini?
Tuhan menyediakan perhentian dan ingin memberi kita kelegaan. Dalam keletihan dan kelesuan kita, kita perlu beryukur kepada Bapa dan kehendak-Nya. Tidak hanya itu, kita pun perlu datang kepada Tuhan untuk menerima perhentian. Perhentian ini mengacu kepada damai sejahtera yang sempurna dan kepuasan yang penuh. Apakah jalan untuk mendapatkan perhentian? Menurut Matius 11:29, jalan untuk menikmati perhentian adalah dengan memikul kuk, yaitu kehendak Bapa. Dengan kata lain, kapankala kehendak Bapa menguasai kita, saat itulah kita memiliki perhentian.
Ini sangat berbeda dengan konsep kebanyakan orang. Mereka berpikir bahwa perhentian dan kelegaan hanya bisa diperoleh ketika seseorang memiliki kesuksesan di dunia. Mereka berpikir banyaknya uang di bank akan memberikan perhentian dan kelegaan. Pemikiran ini salah besar. Uang tidak bisa memberikan kelegaan, sebaliknya bisa membuat orang sakit jantung. Hanya Tuhan yang bisa memberi kita perhentian sejati.
Ketaatan kita kepada kehendak Bapa akan membuat jiwa kita mendapatkan ketenangan. Dalam hal ini kita perlu belajar dari Tuhan. Mengapakah Tuhan ketika di bumi tidak pernah kuatir atau gelisah? Karena jiwa-Nya tenang. Dia hanya tahu memikul kuk yang Bapa letakkan ke atas-Nya. Maukah kita memiliki ketenangan dalam jiwa kita? Marilah kita belajar memikul kehendak Bapa. Hidup kita haruslah bagi kerajaan yang dalam realitasnya hari ini adalah gereja. Jadilah anggota Tubuh Kristus yang hidup dan berfungsi, maka jiwa kita akan mendapatkan ketenangan.

Doa:
Tuhan Yesus, rahmatilah aku agar mengenal perkenan-Mu dan selalu datang kepada-Mu. Tuntutan hidup ditambah dengan permintaan agama membuat aku letih lesu dan berbeban berat. Karena itu, sekarang aku mau datang kepada-Mu untuk mendapatkan kelegaan dan belajar memikul kuk yang Kaupasangkan.

04 September 2007

Matius Volume 5 - Minggu 2 Rabu

Mengakui Kehendak Bapa dengan Pujian
Matius 11:25
Pada waktu itu berkatalah Yesus: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.

Setelah Tuhan memuji Yohanes, Dia lalu berpaling kepada generasi penolak serta mengecam mereka. Pujian-Nya terhadap Yohanes menyadarkan mereka bahwa mereka telah menolak Yohanes. Tidak peduli Yohanes itu sebesar apa, ia sudah dipenjarakan akibat penolakan angkatan zaman itu. Kristus dan Yohanes Pembaptis “meniup seruling” untuk memberitakan Injil kerajaan, tetapi kaum agamawan Yahudi tidak “menari” karena sukacita keselamatan. Yohanes dan Kristus “menyanyikan kidung duka” untuk memberitakan pertobatan, tetapi kaum agamawan Yahudi tidak “berkabung” karena kepedihan dosa (Mat. 11:16-17). Kebenaran Allah menuntut kita bertobat, tetapi seringkali kita tidak mau taat. Anugerah Allah memberi kita keselamatan, tetapi tidak banyak orang yang mau menerimanya.
Bagi orang yang tegar tengkuk, apa pun yang hamba Tuhan lakukan atau Tuhan sendiri lakukan, semuanya salah. Yohanes pembaptis tidak makan, dikatakan kerasukan setan. Tuhan Yesus makan dan minum bersama dengan orang berdosa, dikatakan pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa (Mat. 11:18-19). Bukan hanya di jaman itu, di jaman sekarang pun banyak orang yang suka memberikan kritik. Apa pun yang diarahkan oleh Tuhan melalui gereja-Nya untuk dilaksanakan, selalu menuai kritik. Menginjil salah, tidak menginjil juga salah. Doa puasa salah, tidak doa puasa juga salah. Kalau kita mengasihi Tuhan dan mau dengan setia melayani Dia, kita pasti akan mengalami kritikan pedas dan mendengar suara-suara sumbang.
Bagaimanakah sikap kita menghadapi situasi di atas? Kita harus belajar memuji Bapa kita. Dalam hikmat-Nya, Dia telah mengatur semuanya itu untuk mendewasakan kita, supaya Kristus sebagai hikmat Allah dapat tergarap ke dalam kita (Mat. 11:19; 1 Kor. 1:24, 30).

Mat. 11:16-27; 1 Kor. 1:24, 30; Kej. 14:19, 22

Matius 11:20 mengatakan, “Lalu Yesus mulai mengecam kota-kota yang tidak bertobat, sekalipun di situ Ia paling banyak melakukan mukjizat-mukjizat-Nya.” Tuhan melanjutkan, “Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida!”, sebab mereka telah menolak Dia. Mengenai Kapernaum Ia berkata, “Engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati.” Dia pun mengatakan tentang Kapernaum, “Pada hari penghakiman, tanggungan negeri Sodom akan lebih ringan daripada tanggunganmu” (Mat. 11:24).
Matius 11:25-26 mengatakan, “Pada waktu itu berkatalah Yesus: ‘Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu.’” Kata Yunani “bersyukur” dalam ayat di atas berarti mengakui dengan pujian. Tuhan mengakui dan memuji jalan Bapa dalam melaksanakan kehendak-Nya. Meskipun orang tidak menanggapi ministri-Nya, malah menghina-Nya (ayat 16-19) dan kota-kota yang besar menolak-Nya (ayat 20-24), Dia memuji Bapa, mengakui kehendak Bapa. Dia tidak mencari kemakmuran dalam pekerjaan-Nya, melainkan mencari kehendak Bapa. Kepuasan-Nya dan perhentian-Nya tidak bertumpu pada pengertian dan penyambutan manusia, melainkan pada Bapa (ayat 26-27). Kristus percaya bahwa penolakan kota-kota terhadap-Nya bukan kebetulan, melainkan berasal dari Bapa.
Bagaimana situasi kita hari ini? Ketika kita ditolak, ditentang, dikritik, diserang, dan dikutuk, dapatkah kita memuji Bapa? Pernahkah kita berkata, “Bapa, aku memuji Engkau karena penolakan dan tentangan orang tua dan teman-temanku?” Kita perlu mengenal bahwa penolakan semacam itu berada di bawah kedaulatan Bapa, dan kita harus bisa memuji Dia karenanya.
Ketika Anna Waring dari Wales berusia 23 tahun, ia menuliskan sebuah syair kidung yang sangat baik, yang menggambarkan pengakuan kita atas kedaulatan Bapa. Kita perlu mengakui bahwa jalan hidup kita telah diatur-Nya.

Bapa, ku tahu seumurku, telah rapi Kau atur
Meski segala ‘kan berubah, aku tidak takut
Mohon jaga ku setia, mencari senyum-Mu.

Doa:
Tuhan Yesus, Engkau adalah kebenaran yang mutlak. Apa pun yang Kaukatakan, itulah yang benar. Karena itu, ajarlah aku untuk mendengar apa yang Kaukatakan lebih daripada apa yang orang lain katakan. Walau situasi dan orang-orang di sekitarku menolak kesaksian Injil yang kuberitakan, ajarlah aku untuk selalu bersyukur kepada-Mu.

03 September 2007

Matius Volume 5 - Minggu 2 Selasa

Yesus Memuji Pelopor-Nya
Matius 11:9-10
Jadi untuk apakah kamu pergi? Melihat nabi? Benar, dan Aku berkata kepadamu, bahkan lebih dari pada nabi. Karena tentang dia ada tertulis: Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan-Mu di hadapan-Mu.

Pertanyaan murid-murid Yohanes kepada Tuhan mungkin menyebabkan murid-murid Tuhan memiliki kesan yang negatif terhadap Yohanes. Karena itu, dalam Matius 11:7-15, Tuhan secara terbuka memuji pelopor-Nya. Jawaban Tuhan kepada Yohanes secara tersirat menunjukkan kesalahan Yohanes. Namun, perkataan-Nya kepada orang banyak mengenai Yohanes dengan jelas memberikan kesaksian yang baik tentangnya.
Dalam Matius 11:7-8, Tuhan berkata, “Untuk apakah kamu pergi ke padang gurun? Melihat buluh yang digoyangkan anginkah? Atau untuk apakah kamu pergi? Melihat orang yang berpakaian haluskah? Orang yang berpakaian halus itu tempatnya di istana raja.” Buluh melambangkan orang yang lemah dan rapuh (Mat. 12:20; 1 Raj. 14:15). Ketika Yohanes bersaksi bagi Kristus di padang gurun, dia bukanlah orang yang selemah itu. Namun, ketika dalam penjara, ia agaknya seperti buluh yang digoyangkan angin. Tuhan Yesus sungguh berhikmat, perahmat, dan berbelas kasihan. Mengetahui bahwa Yohanes agak lemah, Dia memberinya semangat. Tuhan bersaksi bahwa Yohanes lebih besar daripada nabi (Mat. 11:9). Ini sama sekali bukan perkataan diplomatis, tetapi apresiasi yang sebenarnya atas apa adanya Yohanes Pembaptis dalam kaitannya dengan Kerajaan Surga.
Walau Tuhan mengetahui kelemahan dan kegagalan kita, Ia pun tidak serta merta menghakimi kita. Dalam kehidupan gereja, bagaimanakah sikap kita terhadap saudara yang lemah? Dapatkah kita memberikan apresiasi terhadapnya? Dapatkah kita memberikan suatu perkataan yang tidak menghakimi, tetapi menguatkan dia? Hari ini terlalu banyak anak-anak Allah yang tengah membutuhkan penguatan dan perkataan dorongan. Sayang, banyak orang Kristen lebih sering menghakimi sesamanya daripada mendoakan dan menguatkan mereka yang lemah. Kiranya Tuhan merahmati kita.

Mat. 11:7-15; 12:20; 1 Raj. 14:15; Flp. 1:21

Dalam Matius 11:11, Tuhan berkata, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar daripada Yohanes Pembaptis, namun yang terkecil dalam Kerajaan Surga lebih besar daripada dia.” Dibandingkan dengan nabi-nabi Perjanjian Lama, Yohanes lebih besar, tetapi dibandingkan dengan orang-orang dalam Perjanjian Baru, ia lebih kecil. Yohanes berada dalam masa peralihan, lebih besar daripada mereka yang mendahuluinya, tetapi lebih kecil daripada mereka yang datang setelah dia. Semua nabi sebelum Yohanes hanya bernubuat bahwa Kristus akan datang, tetapi Yohanes bersaksi bahwa Kristus telah datang. Karena itu, Yohanes lebih besar daripada semua nabi.
Walaupun Yohanes, Elia yang akan datang (Mat. 11:13), melihat Kristus yang berinkarnasi dan memperkenalkan Dia kepada orang-orang, namun dia belum memiliki Kristus yang bangkit yang berhuni di dalamnya. Yohanes hanya dapat mengatakan, “Inilah Kristus”, tetapi umat kerajaan dapat mengatakan, “Bagiku hidup adalah Kristus” (Flp. 1:21). Karena itu, yang terkecil dalam Kerajaan Surga lebih besar daripadanya. Keadaan seseorang dalam Kerajaan Surga bisa lebih besar atau lebih kecil tergantung pada hubungannya dengan Kristus. Makin dekat seseorang kepada Kristus, maka makin besarlah dia; demikian pula sebaliknya.
Sedekat apakah kita dengan Kristus? Satu Korintus 6:17 berkata, “Siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia.” Perkataan ini tidak boleh hanya menjadi slogan bagi kita. Bagaimanakah dengan doa dan pembacaan Alkitab kita di pagi hari? Masihkah kita ada waktu yang cukup untuk bersekutu dengan Tuhan secara pribadi? Adakah kita dengan serius berlatih membiarkan Tuhan hidup di dalam kita? Masihkah kita melibatkan Tuhan dalam pengambilan keputusan-keputusan kita? Semua pertanyaan ini akan menggambarkan seberapa dekatkah kita dengan Kristus, bukan dalam doktrin tetapi dalam pengalaman. Untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga, kita harus merebutnya (Mat. 11:12), artinya tidak ada tempat bagi orang yang malas.

Doa:
Tuhan Yesus, walau aku sering lemah dan gagal, namun Engkau tidak pernah membuang aku atau meninggalkan aku. Kesetiaan-Mu jauh melampaui kelemahan dan kegagalanku. Tuhan, sebagaimana Engkau telah berbuat demikian terhadapku, biarlah aku pun belajar memiliki sikap yang sama terhadap saudara seiman yang lebih lemah.

02 September 2007

Matius Volume 5 - Minggu 2 Senin

Yesus Menguatkan Pelopor-Nya yang Dipenjarakan
Matius 11:5-6
Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik. Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku.

Matius pasal 11 mencatat perihal Yohanes Pembaptis di dalam penjara. Menurut Matius 14:3-4, Yohanes Pembaptis dipenjarakan oleh Herodes, sehubungan dengan peristiwa Herodias, istri Filipus, saudaranya. Karena Yohanes berkali-kali menegurnya, maka Herodes menyuruh menangkap Yohanes, membelenggunya dan memenjarakannya. Pemenjaraan ini bukan hanya menimbulkan suatu penderitaan bagi Yohanes Pembaptis, tetapi terlebih membuat ministrinya terhenti.
Setelah mendengar tentang berbagai hal yang diperbuat Kristus, Yohanes Pembaptis lalu menyuruh murid-muridnya bertanya kepada-Nya, “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?” (Mat. 11:2-3). Di sini kita nampak bahwa kesabaran Yohanes Pembaptis seolah telah habis. Perkataan Yohanes di sini tidak berarti bahwa ia meragukan Kristus, melainkan agar Kristus bersimpati dan membebaskan dia. Yohanes tahu bahwa Kristus adalah Mesias (Yoh. 1:26-36), namun sekarang, dalam penjara itu dia menunggu, mengharapkan Kristus melakukan sesuatu untuk melepaskannya dari penjara. Walau demikian, Kristus tidak melakukan apa pun untuknya, bahkan sampai akhir ajalnya.
Pernahkah kita mengharapkan Tuhan melakukan sesuatu bagi kita, seperti melepaskan kita dari kesulitan keuangan, dari sakit penyakit, atau dari berbagai kesukaran hidup lainnya? Bagaimanakah reaksi Tuhan? Memang tidak jarang Tuhan langsung mengulurkan tangan-Nya untuk menolong kita. Tetapi seringkali pula Tuhan seakan diam, tidak melakukan apa-apa bagi kita. Kalau Dia demikian terhadap kita, kecewakah kita? Akankah kita tetap mengakui bahwa Dia adalah Allah yang hidup? Janganlah tersandung karena hal ini. Bahkan ketika Dia berdiam diri terhadap kita, kita harus tetap percaya bahwa Dialah Tuhan. Percayalah bahwa Dia tidak pernah salah. Dia tahu apa yang terbaik bagi kita.

Mat. 11:1-6; Yes. 35:5; Mat. 10:27; 2 Kor. 8:9

Dalam Matius 11:4-5, Yesus menjawab murid-murid Yohanes Pembaptis, “Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat: orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta sembuh, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan, dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik.” Pertama-tama Tuhan menyinggung orang buta menerima daya lihat, karena tidak ada mukjizat semacam ini dalam Perjanjian Lama. Dari hal ini Dia memberi bukti yang jelas kepada Yohanes bahwa tidak ada orang lain selain Mesias yang dapat melakukan mukjizat semacam itu (Yes. 35:5).
Orang lumpuh melambangkan orang yang tidak dapat berjalan di jalan Allah. Setelah diselamatkan, mereka dapat berjalan dengan hayat yang baru (Mat. 9:5-6; Yoh. 5:8-9). Orang kusta yang menjadi tahir melambangkan orang yang telah diselamatkan dari pemberontakan (kusta) dan menjadi umat kerajaan. Orang tuli melambangkan orang yang tidak dapat mendengar Allah. Setelah diselamatkan, mereka dapat mendengar suara Tuhan (Yoh. 10:27). Orang mati melambangkan orang yang mati dalam dosa-dosa (Ef. 2:1, 5), tidak bisa berkontak dengan Allah. Setelah dilahirkan kembali, mereka dapat bersekutu dengan Allah melalui roh mereka yang dilahirkan kembali. Orang miskin melambangkan semua orang yang tidak memiliki Kristus dan tidak memiliki Allah, serta tidak memiliki pengharapan di dalam dunia (Ef. 2:12). Setelah menerima Injil, mereka menjadi kaya dalam Kristus (2 Kor. 8:9; Ef. 3:8).
Terakhir, Tuhan berkata, “Berbahagialah orang yang tidak menolak Aku” (Mat. 11:6). Perkataan ini menyiratkan bahwa Yohanes Pembaptis mungkin sudah tersandung karena Tuhan, sebab Tuhan tidak melakukan tindakan apa-apa untuk kepentingannya berdasarkan caranya. Di sini Tuhan memberikan perkataan dorongan bagi Yohanes untuk menempuh jalan yang sudah Dia tetapkan agar dia dapat menerima berkat, yakni berbagian dalam Kerajaan Surga. Tuhan adalah Tuhan. Ini tidak tergantung pada apakah Dia melakukan sesuatu untuk kita atau tidak. Kalaupun Dia tidak melakukan sesuatu bagi kita hari ini, kita harus percaya bahwa itulah yang terbaik bagi-Nya dan bagi kita.

Doa:
Tuhan Yesus, Engkau tidak mungkin salah dalam mengatur setiap detil hidupku. Karena itu, jagalah hatiku agar tidak mudah tersandung terhadap setiap situasi yang Engkau aturkan bagiku. Penuhi hatiku senantiasa dengan ucapan syukur,berjagalah pada pintu bibirku sehingga aku tidak menjadi orang yang bersungut-sungut dan menyalahkan Engkau.