Hitstat

31 August 2007

Matius Volume 5 - Minggu 1 Sabtu

Rela Kehilangan Nyawa Karena Tuhan
Matius 10:39
Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.

Menyatukan diri kita dengan kematian Kristus adalah memikul salib, dan memikul salib adalah menyangkal hayat jiwa kita. Tuhan berkata, “Barangsiapa mempertahankan nyawanya (psuche, Gerika), ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (Mat. 10:39). Mempertahankan nyawa (jiwa; psuche) adalah membiarkan jiwa mendapatkan kenikmatannya dan tidak menderita. Kehilangan nyawa adalah membuat jiwa kita menderita kehilangan kenikmatannya. Jika para pengikut Tuhan membiarkan jiwa mereka mendapatkan kenikmatannya di zaman ini, maka mereka akan membuat jiwa mereka menderita kehilangan kenikmatannya di zaman kerajaan yang akan datang. Sebaliknya, mereka yang membiarkan jiwa mereka menderita kehilangan kenikmatan di zaman ini demi Tuhan, mereka akan berbagian dalam sukacita Tuhan memerintah atas bumi ini (Mat. 25:21, 23).
Mempertahankan jiwa berarti memperhatikan bahkan mengejar kesenangan jiwa, khususnya hal-hal materi dan kesenangan duniawi. Bila hidup kita diarahkan pada hal-hal tersebut, maka suatu hari kelak, kita pasti akan kehilangan jiwa kita. Hari ini banyak orang rela menjual jiwanya untuk membeli kemakmuran, kemajuan, simpanan, pengetahuan, posisi, ketenaran, dan kekayaan. Banyak anak Tuhan malu memberitakan injil dan malas keluar mencari jiwa, dengan alasan sibuk atau letih. Namun anehnya mereka bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk kesenangan jiwa, seperti menonton televisi atau jalan-jalan di pusat perbelanjaan. Jika kita hari ini hanya mementingkan kenikmatan jiwa dan tidak mengikut Kristus dengan setia dan menderita demi Injil-Nya, maka kelak kita akan menderita hukuman Tuhan atas jiwa kita. Tetapi jika hari ini kita rela kehilangan kenikmatan jiwa karena Tuhan, kita akan beroleh kenikmatan penuh atas Tuhan bagi seluruh diri kita di zaman yang akan datang, terutama bagi jiwa kita.

Mat. 10:39-41; 25:21, 23; Bil. 18:15; Luk. 14:14

Sebagai orang-orang yang diutus, murid-murid Tuhan berada dalam kesatuan dengan Tuhan sendiri. Tuhan mengatakan, “Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku” (Mat. 10:40). Orang yang diutus tidak hanya memiliki kekuasaan Raja, damai sejahtera, dan Roh Bapa, tetapi juga berbaur dengan Raja dan bersatu dengan Dia. Menerima seorang utusan Raja berarti menerima Raja sendiri, sebab orang yang diutus bersatu dengan Raja. Untuk berbagian dalam kesatuan yang sedemikian dengan Raja Surgawi, kita harus mengasihi Dia melebihi segalanya, membayar harga apa pun, dan mengikuti Dia dengan menempuh jalan salib yang sempit.
Selanjutnya Tuhan berkata, “Siapa saja yang menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan siapa saja yang menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar” (Mat. 10:41). Nabi adalah orang yang berbicara bagi Allah dan menyampaikan Allah. Orang benar adalah orang yang mencari kebenaran, yang mempraktekkan kebenaran, dan yang dianiaya karena kebenaran demi kerajaan (Mat. 5:6, 10, 20; 6:1). Raja Surgawi adalah nabi yang diutus oleh Allah (Bil. 18:15) dan Sang Benar (Kis. 3:14). Karena rasul-rasul yang diutus oleh-Nya telah diserupakan dengan Dia, demikian juga nabi-nabi dan orang-orang benar, maka siapa pun yang menyambut mereka berarti menyambut Dia dan akan menerima upahnya. Orang yang menyambut nabi bersatu dengan perkataan nabi itu, dan orang yang menyambut orang benar bersatu dengan kebenaran orang benar itu.
Terakhir, Tuhan juga mengatakan, “Siapa saja yang memberi air sejuk secangkir saja pun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Ia tidak akan kehilangan upahnya.” Upah ini akan diberikan pada zaman kerajaan yang akan datang (Luk. 14:14). Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak pernah melupakan perbuatan baik seseorang yang ia lakukan terhadap murid-Nya, bahkan yang terkecil sekalipun. Memperlakukan orang Kristen dengan baik bukanlah perkara yang kecil, karena ada upah yang Tuhan sediakan bagi mereka yang berbuat demikian.

Doa:
Tuhan, aku mau menjawab panggilan-Mu dan pergi mengikut Engkau. Untuk itu, ajarlah aku menyangkal hayat jiwaku dan kesenangannya. Tuhan, bukalah mata rohaniku agar nampak bahwa kesenangan jiwa yang kulepaskan hari ini tidak berarti apa-apa bila dibandingkan dengan kemuliaan yang Kausediakan bagi setiap orang yang menang.

30 August 2007

Matius Volume 5 - Minggu 1 Jumat

Mengakui Tuhan di Depan Manusia
Matius 10:32-33
Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga.

Ada beberapa sebab mengapa seorang Kristen tidak berani mengakui bahwa ia sudah percaya Tuhan dan menjadi milik Tuhan. Pertama, mereka beralasan bahwa tidak perlu mengaku dengan mulut, cukup dengan perbuatan baik. Ini adalah pemikiran yang salah, yang harus kita betulkan. Kita tidak mengatakan bahwa perubahan perbuatan (tingkah laku) itu tidak perlu. Tetapi jika perbuatan kita sudah berubah, namun mulut tidak mengaku, itu juga tidak berguna. Perubahan tingkah laku, sekali-kali tidak bisa menggantikan pengakuan mulut kita. Walaupun setelah percaya, perbuatan sudah berubah, tetap masih perlu mengakui Dia dengan mulut.
Kedua, ada juga orang yang berpendapat, “Jika aku mengaku dengan mulut, tetapi kemudian aku tidak awet menjadi orang Kristen, bukankah akan ditertawakan orang? Bila kemudian hari aku sudah stabil, barulah aku mengaku.” Jika kita ingin menunggu perbuatan kita baik dulu baru membuka mulut, maka seumur hidup, kita tidak akan dapat membuka mulut, kita akan membisu seumur hidup. Ketiga, ada orang tidak berani mengaku, alasannya: ia takut kepada orang. Bagi orang yang demikian, dengarkanlah firman Tuhan, “Takut kepada orang mendatangkan jerat” (Amsal 29:25). Ketakutan adalah jerat kita.
Keempat, ada orang tidak mau mengaku disebabkan karena malu. Ia merasakan menjadi orang Kristen itu memalu­kan. Kita harus mengenyah­kan perasaan ini. Ketika Tuhan menanggung dosa kita di kayu salib, sesungguhnya Dia telah menerima “rasa malu” yang sangat besar. Rasa malu yang kita terima hari ini sangat kecil bila dibandingkan dengan rasa malu yang Tuhan terima di salib. Terakhir, ada pula orang Kristen yang tidak mau mengakui Tuhan disebabkan mereka tamak akan kemuliaan dari manusia, melebihi kemuliaan dari Allah. Mereka mau Kristus, juga mau kemuliaan manusia. Orang yang demikian pasti tidak mutlak.

Mat. 10:37-38; Yoh. 5:30; 2 Kor. 1:4

Ketika sejumlah orang memutuskan untuk mengikuti Raja Surgawi, beberapa orang di dalam keluarga mereka mungkin telah dihasut oleh Iblis untuk melawan mereka, bahkan membunuh mereka. Matius 10:36 mengatakan bahwa, “... dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya”. Ada sebuah kisah di mana seorang saudara dianiaya oleh istrinya yang tidak beriman. Orang ini mempunyai pekerjaan yang sangat baik di kantor pajak, dan ia sangat kaya. Setelah ia dibawa ke hadapan Tuhan, istrinya mulai menganiaya dia. Pada suatu malam, saudara ini mengundang beberapa pelayan Tuhan ke rumahnya untuk bersantap malam. Biasanya, kalau suaminya mengundang teman kantornya bersantap malam, istrinya sangat gembira dan menyediakan makanan yang terbaik. Tetapi kini sebagai seorang yang beriman, suaminya mengundang beberapa pelayan Tuhan ke rumah mereka. Mengetahui hal ini, istrinya sengaja tidak masak. Sebaliknya, ia sengaja menyajikan makanan sisa yang dingin di atas meja. Saudara itu hanya bisa menatap para tamunya dengan cucuran air mata.
Kita harus menyadari bahwa aniaya bisa saja berasal dari keluarga kita sendiri. Karena itu Raja Surgawi berkata, “Siapa saja yang mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada Aku, ia tidak layak bagi-Ku; dan siapa saja yang mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih daripada Aku, ia tidak layak bagi-Ku” (Mat. 10:37). Kasih kita terhadap Tuhan harus mutlak. Kita tidak seharusnya mengasihi sesuatu melebihi diri-Nya. Dia meminta kita memikul salib dan mengikuti Dia, mengambil kehendak Allah dengan mengesampingkan diri sendiri. Hal ini menuntut kita mengasihi Dia melebihi apapun.
Kristus disalib karena melakukan kehendak Bapa (26:39, 42). Karena kita bersatu dengan Dia, maka Dia menghendaki kita memikul salib kita dan mengikuti Dia. Ini menuntut kita mengesampingkan diri sendiri dan mencurahkan kasih kita yang terutama kepada Dia agar kita layak di hadapan-Nya. Jika kita mengasihi Dia dengan mutlak dan mengizinkan jiwa kita kehilangan kenikmatannya pada zaman ini karena mengikuti Raja dalam meluaskan Injil-Nya, jiwa kita akan mendapat kenikmatan pada zaman kerajaan yang akan datang, yaitu mengambil bagian atas sukacita Raja dalam memerintah atas bumi (Mat. 10:38-39; 25:21, 23).

Doa:
Tuhan Yesus,banyak hal dari manusia lamaku perlu diakhiri oleh kuasa salib sehingga aku layak mengikuti Engkau. Bawalah aku mengalami pengakhiran salib atas tutur kataku, atas pikiranku, dan atas semua tindakanku, sehingga Engkau dimuliakan dan diperbesar melaluiku. Tuhan, murnikan motivasi hatiku dengan salib-Mu, agar aku hanya mencari perkenan-Mu.

29 August 2007

Matius Volume 5 - Minggu 1 Kamis

Tidak Takut terhadap Penganiaya
Matius 10:28
Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.

Raja Surgawi memberi tahu orang-orang yang diutus-Nya agar jangan takut terhadap penganiaya, sebaliknya dengan berani berbicara di dalam terang, bahkan memberitakan dari atap rumah (Mat. 10:26-28). Kekristenan bukan melulu masalah perbuatan, kekristenan juga adalah masalah harus mengaku dengan mulut. Bagaimanapun kita harus berkata, “Aku adalah orang Kristen.” Firman Alkitab cukup jelas: “Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan de­ngan mulut orang mengaku dan diselamatkan.” Kekristenan adalah masalah hati percaya dan mulut yang mengaku.
Tuhan berkata, “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di surga” (Mat. 10:32). Jika hari ini kita mengakui Tuhan, kelak Tuhan akan mengakui kita. Tuhan berkata pula, “Tetapi siapa saja yang menyangkal Aku di depan manusia, ia akan disangkal di depan malaikat-malaikat Allah” (Luk. 12:9). Tuhan yang kita percayai ini adalah Yang melampaui segala-galanya, terunggul dari semua orang, Dia adalah Anak Allah yang sejati. Jika kita merasa keberatan untuk mengakui Tuhan di hadapan manusia, suatu hari kelak, ketika Tuhan datang di dalam kemuliaan Bapa, Dia juga akan keberatan untuk mengakui orang semacam kita. Hari ini, jangan karena takut kepada manusia (Yes. 51:12), sehingga kita tidak berani mengakui Tuhan di hadapan manusia. Betapa seriusnya hal ini!
Dibandingkan dengan pengakuan kita terhadap-Nya, pengakuan-Nya terhadap kitalah yang sebenarnya sangat sulit, karena kita adalah anak yang hilang, tiada kebaikan apa pun pada diri kita. Karena Dia kelak mau mengakui kita, bukankah hari ini kita harus mengakui-Nya dengan tegas di hadapan manusia? Semoga setiap kita memiliki keberanian mengakui Tuhan di depan orang banyak. Sekali-kali jangan menjadi orang Kristen secara sembunyi-sembunyi.

Mat. 10:26-37; Kis. 4:19-20; 2 Kor. 5:10; 1 Kor. 16:13

Tuhan selanjutnya berkata, “Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya” (Mat. 10:35-36). Pengakuan kita terhadap Tuhan mungkin akan mendatangkan reaksi negatif, bahkan dari keluarga kita sendiri. Setiap orang yang baru percaya Tuhan harus mencari kesempatan mengaku Tuhan. Dalam pergaulan sehari-hari, baik terhadap teman sekolah, teman sekerja, famili, atau pun sahabat, kita harus mencari kesempatan berkata kepada mereka, “Aku sudah percaya Tuhan Yesus.” Lebih cepat mengakui lebih baik. Begitu kita mengakui, kita diselamatkan dari orang-orang yang tidak percaya.
Tuhan Yesus ditolak oleh orang-orang Yahudi. Orang Yahudi menolak Tuhan Yesus dengan keras, juga menentang Tuhan Yesus dengan hebat. Dalam Yohanes pasal sembilan, kita melihat orang-orang Yahudi berketetapan bahwa siapa saja yang mengakui Yesus adalah Mesias, ia akan dikucilkan dari tempat ibadah. Sampai Yohanes 12, Alkitab mencatat, banyak pemimpin orang Yahudi telah menjadi percaya, tetapi karena takut dikucilkan dari tempat ibadah, mereka tidak berani mengakui-Nya dengan terus terang. Hal ini patut disayangkan.
Mengakui Tuhan memang tidak enak, tetapi tidak mengakui Tuhan, lebih tidak enak. Berpura-pura adalah satu keadaan yang menyengsarakan; berpura-pura adalah pekerjaan yang sangat sulit. Kita harus sekuatnya mengekang diri, memaksa diri. Apakah karena ingin mendapatkan kehormatan dan kedudukan dari manusia, lalu kita memaksa diri menutup mulut? Tidak mengakui Tuhan adalah satu perkara yang paling menyedihkan. Tidak mengakui Tuhan di hadapan orang, adalah paling sengsara.
Misalnya, jika kita mendengar seseorang mengumpat orang tua kita, tetapi kita tetap duduk mendengarkannya; bahkan kita masih pura-pura bersimpati kepadanya, bukankah ini aneh? Apalagi terhadap Tuhan kita. Dia telah mengorbankan jiwa-Nya bagi kita, bisakah kita tidak berkata sepatah kata pun untuk Tuhan yang kita sembah dan yang kita layani? O, kita harus mempunyai keberanian bersaksi untuk Tuhan dan mengakui: “Aku adalah milik Tuhan!”

Doa:
Tuhan Yesus, betapa mulianya menjadi orang yang diutus oleh-Mu. Kuasa dan penyertaan-Mu membuat aku tidak takut terhadap penolakan dan penentangan, sebaliknya memberikan damai sejahtera dan keberanian. Tuhan, teguhkanlah kesaksianku agar aku tidak malu karena Injil dan setia bersaksi bagi-Mu.

28 August 2007

Matius Volume 5 - Minggu 1 Rabu

Penolakan dan Penganiayaan terhadap Raja
Matius 10:22
Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.

Tuhan mengutus murid-murid-Nya bukan ke tengah masyarakat yang santun dan hangat, tetapi ke tengah-tengah serigala. Tuhan berkata, “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” (Mat. 10:16). Kalau Tuhan mengutus kita untuk bertemu dengan orang yang santun dan hangat, kita pasti dengan senang pergi menemuinya. Namun kalau Tuhan mengutus kita pergi untuk memberitakan Injil kepada “serigala”, kita mungkin akan berkata, “Tuhan, kalau bukan Engkau yang salah mengutus aku, pasti akulah yang salah menemui orang.” Tidak. Tuhan tidak pernah salah. Orang yang kita temui pun tidak salah. Tuhan memang mengutus kita bukan ke tengah-tengah domba, tetapi ke tengah-tengah serigala.
Serigala melambangkan para penganut agama yang menolak Raja Surgawi dan Injil Kerajaan-Nya. Sulit membayangkan bagaimana rumah ibadat dan majelis agama dipenuhi dengan “serigala-serigala”, serigala yang terpelajar, berkebudayaan, dan beragama. Pada prinsipnya, para penganut agama hari ini yang menolak Tuhan dan Injil-Nya, juga adalah serigala. Sebaliknya siapa saja yang dengan lemah lembut menerima Tuhan dan Injil-Nya, ia adalah domba, domba di tengah-tengah serigala.
Pada waktu Tuhan mengutus kedua belas rasul, terdapat situasi yang kompleks di antara umat Israel, sebab domba dan serigala bercampur baur. Tetapi ketika domba-domba ingin mengikuti rasul-rasul yang diutus oleh Gembala, serigala segera bangun dan berkata, “Hei! Kamu mencuri domba. Kamu mengacaukan domba-domba itu.” Situasi ini pun sering terjadi hari ini. Ketika serigala menyerang, orang yang diutus-Nya harus cerdik seperti ular untuk menghindarkan diri, mereka pun harus tulus seperti merpati.

Mat. 10:16-24

Kebanyakan orang seperti serigala. Sebagai domba-domba yang berada di tengah-tengah serigala, Tuhan berkata bahwa kita harus cerdik seperti ular, tulus seperti merpati. Kita harus cerdik seperti ular agar terlepas dari terkaman serigala, juga harus tulus seperti merpati, sama sekali tidak memiliki niat jahat apa pun, tidak ada maksud mencelakai orang lain.
Dalam Matius 10:19-20 Tuhan berkata, “Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir tentang bagaimana dan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu.” Rasul-rasul tidak hanya memiliki kuasa Raja surgawi, tetapi juga Roh Bapa mereka. Kuasa Raja menanggulangi roh-roh najis dan penyakit-penyakit; Roh Bapa menanggulangi penganiayaan dari para penentang. Asalkan kita mempunyai Roh Bapa, kita mempunyai penyertaan Tuhan. Penyertaan Tuhan di sini ialah Roh untuk berbicara. Kita harus belajar untuk menghadapi penganiayaan bukan mengandalkan diri kita. Kita harus percaya bahwa Roh Bapa beserta kita dan Dia akan menanggulangi para penentang dan penganiaya. Kita harus mengandalkan Dia, membiarkan Dia memimpin kita, dan membiarkan Dia yang berbicara melalui kita.
Tuhan juga memberi tahu orang-orang yang diutus-Nya bahwa mereka akan dibenci oleh sanak saudara mereka (Mat. 10:21). Ini berarti orang yang diutus Tuhan untuk memberitakan Injil kerajaan harus siap mengalami putusnya pertalian persaudaraan yang paling dekat. Tidak hanya itu, Tuhan juga mengatakan, “Kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat” (Mat. 10:22). Selamat di sini mengandung arti diselamatkan dari orang-orang yang membenci, juga berarti diselamatkan ke dalam manifestasi Kerajaan Surga, pahala bagi kaum beriman yang menang, yaitu diselamatkan dari hukuman selama masa seribu tahun. Karena semua penentangan dan penganiayaan ini telah Tuhan alami, maka kita pun akan mengalami hal yang sama. “Seorang murid tidak lebih daripada gurunya, atau seorang hamba daripada tuannya” (Mat. 10:24).

Doa:
Tuhan Yesus, terima kasih atas pengaturan dan pengutusan-Mu atasku. Walau aku berada di tengah-tengah kumpulan orang yang tidak percaya, berilah aku hikmat untuk bersaksi dan menyampaikan berita sukacita kepada mereka. Aku perlu pimpinan dan bimbingan Roh-Mu untuk menuai jiwa-jiwa yang terhilang, agar mereka menjadi bagian dari kawanan domba-Mu.

27 August 2007

Matius Volume 5 - Minggu 1 Selasa

Pemilihan dan Pengutusan Pekerja
Matius 10:1
Yesus memanggil kedua belas murid-Nya dan memberi kuasa kepada mereka untuk mengusir roh-roh jahat dan untuk melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan.

Karena Yesus melihat bahwa umat pilihan Allah terlantar dan hilang seperti domba yang tidak mempunyai gembala maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan. Ia lalu memerintahkan murid-murid-Nya untuk meminta kepada Tuan yang empunya tuaian supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu (Mat. 9:36-38). Tuan yang empunya tuaian di sini adalah Allah Bapa. Dalam Lukas 6:12-18, untuk hal ini, Tuhan berdoa semalam-malaman. Jika Ia adalah Tuan satu-satunya yang empunya tuaian itu, Ia tidak perlu berdoa kepada Bapa. Doa-Nya menunjukkan bahwa Ia menganggap diri-Nya sendiri sebagai Yang diutus. Ia menyebut Bapa sebagai Orang yang mengutus-Nya (Yoh. 8:29) dan menganggap Bapa sebagai Tuan yang empunya tuaian itu.
Yesus mengutus kedua belas rasul-Nya dan memberi mereka kuasa untuk mengusir roh-roh jahat dan menyembuhkan segala macam penyakit (Mat. 10:1-4). Sesungguhnya, domba-domba Tuhan bukan hanya diganggu oleh manusia tetapi oleh roh-roh jahat. Di satu pihak, setan-setan mengganggu mereka. Di pihak lain, pemimpin-pemimpin Yahudi mencampakkan mereka. Karena itu, Tuhan mengutus kedua belas murid untuk merawat domba-domba Allah yang diganggu oleh roh-roh jahat dan dicampakkan oleh pemimpin-pemimpin Yahudi yang munafik.
Walau hati Tuhan tergerak oleh belas kasihan ketika Ia melihat umat pilihan Allah sebagai kawanan domba Allah yang terlantar dan dicampakkan, namun Ia tidak langsung bertindak. Ia memberitahu murid-murid-Nya untuk berdoa kepada Tuan yang empunya tuaian dan meminta kepada-Nya untuk mengerahkan pekerja-pekerja. Ia tidak melakukan sesuatu tanpa berdoa. Setelah berdoa semalam-malaman, barulah keesokan harinya Tuhan menetapkan kedua belas rasul untuk mengunjungi dan merawat orang-orang yang diganggu oleh roh-roh jahat dan menyembuhkan mereka (Luk. 6:12-18). Pengutusan Tuhan ini adalah menurut jawaban Bapa atas doa-Nya.

Mat. 10:1-13

Kedua belas rasul diutus hanya ke rumah Israel dan Raja Surgawi berpesan kepada mereka agar tidak pergi kepada bangsa lain atau kepada orang Samaria, melainkan hanya kepada “domba yang hilang dari rumah Israel” (Mat. 10:5-6). Ketika Tuhan mengutus kedua belas murid itu, Dia memberi mereka kuasa untuk melenyapkan penyakit, membangkitkan orang mati, mentahirkan orang kusta, dan mengusir setan (Mat. 10:8). Demikian pula hari ini, ketika Tuhan mengutus kita, kita harus percaya bahwa kuasa Tuhan menyertai kita.
Tuhan Yesus selanjutnya mengatakan, “Apabila kamu masuk rumah orang, berilah salam kepada mereka. Jika mereka layak menerimanya, salammu itu turun ke atasnya, jika tidak, salammu itu kembali kepadamu” (Mat. 10:12-13). Ketika Tuhan mengutus kita, kita memiliki penyertaan-Nya, yaitu damai sejahtera. Kemana pun Tuhan mengutus kita, kuasa, penyertaan Tuhan, dan damai sejahtera mengikuti kita. Tuhan menghendaki kita mencari seseorang yang layak menerima damai sejahtera yang kita bawa. Menerima rasul, orang utusan Tuhan, berarti menerima penyertaan Tuhan dan damai sejahtera. Menolak mereka berarti menolak penyertaan Tuhan dan damai sejahtera. Diutus oleh Tuhan bukanlah masalah yang kecil karena diutus berarti pergi mewakili Tuhan sendiri. Kita mempunyai kuasa-Nya, penyertaan-Nya, dan damai sejahtera-Nya. Ke mana saja kita pergi, kita membawa hal-hal ini beserta kita. Siapa saja yang menerima kita akan memperoleh penyertaan Tuhan dan berkat Tuhan. Dengan cara inilah ministri Raja disebarluaskan.
Tuhan tidak saja mengutus kita, pekerja-pekerja-Nya, pergi memberitakan Injil, juga menyuruh Roh Kudus yang Ia karuniakan menyertai kita, bekerja di dalam hati manusia. Kuasa Allah membuat Injil yang kita beritakan menjadi sangat berkuasa, sehingga membuat orang tidak bisa tidak percaya. Banyak orang yang hatinya sangat keras, melawan Allah dengan hebat, kalau bukan Allah dengan kuasa-Nya menghancurkan hati mereka yang keras, mereka pasti selamanya tidak bisa menerima karunia keselamatan. Asal kita mau diutus untuk pergi menuai, kita akan melihat kuasa Allah yang hebat bekerja.

Doa:
Tuhan Yesus, Engkau tidak hanya memanggil aku untuk diselamatkan, tetapi Engkau juga mengutus aku untuk pergi menuai tuaian yang telah menguning. Untuk hal ini, aku mau berdoa dan belajar menjadi saksi-Mu yang setia, mulai dari keluargaku dan lingkungan di sekitarku. Tuhan, bangkitkanlah aku dan lebih banyak kaum beriman untuk bekerja di ladang-Mu.

26 August 2007

Matius Volume 5 - Minggu 1 Senin

Gembala Domba dan Pekerja Tuaian
Matius 9:37-38
Maka kata-Nya (Yesus) kepada murid-murid-Nya: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.”

Raja Surgawi menganggap kita sebagai domba dan diri-Nya sebagai Gembala. Ketika Kristus datang kepada orang-orang Yahudi untuk kali pertama, keadaan mereka seperti orang kusta, orang lumpuh, orang yang kerasukan setan, dan segala macam orang yang kasihan, karena mereka tidak mempunyai gembala untuk merawat mereka. Kini dalam ministri rajani-Nya, untuk mendirikan Kerajaan Surgawi-Nya, Dia melayani mereka bukan hanya sebagai seorang Tabib, tetapi juga sebagai Gembala, seperti yang dinubuatkan dalam Yesaya 53:6 dan 40:11.
Matius 9:36 mengatakan, “Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak mempunyai gembala.” Pada tahap awal dari perluasan ministri-Nya, kita nampak bagaimana hati Raja Surgawi kita. Begitu Ia melihat orang banyak yang sakit, lemah, dan terlantar, hatinya langsung tergerak oleh belas kasihan. Inilah hati Gembala sejati.
Hari ini kita perlu melihat kebutuhan yang begitu besar akan Injil. Hati kita seharusnya bergairah bagi Injil-Nya karena tuaian di mana-mana sudah menguning. Di aspek yang lain kita juga belajar menjadi gembala yang menuntun orang-orang dosa kepada Tuhan. Satu Petrus 2:25 mengatakan, “Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu” (penilik jiwamu, Tl.). Kita juga perlu belajar menggembalakan domba-domba Tuhan (Yoh.21:15-17) dengan jalan merawat dan mengasuh kaum beriman yang baru diselamatkan, yang undur dari kehidupan gereja, yang lemah, yang dalam keadaan tawar hati, atau yang tertimpa berbagai masalah dalam keluarga mereka. Doakan dan kunjungilah mereka, hiburkanlah dan kuatkanlah mereka dengan firman Tuhan.

Mat. 9:37-38; Yes. 53:6; 6:8; 40:11; 1 Ptr. 2:25

Raja surgawi menganggap orang-orang bukan hanya sebagai domba, tetapi juga sebagai tuaian. Sebagai domba, manusia memerlukan penggembalaan; sebagai tuaian, manusia perlu dituai. Meskipun para pemimpin Israel menolak Raja surgawi, namun masih ada sejumlah orang di antara orang banyak itu yang perlu dituai. Tuhan bukan hanya Gembala domba, tetapi juga Tuan yang punya tuaian. Artinya, kerajaan-Nya didirikan dengan hal-hal yang mengandung hayat, yang dapat bertumbuh dan berlipat ganda. Di dalam tangan Tuhan Yesus, tidak ada sesuatu pun yang mati. Ia tidak mempedulikan benda-benda mati, tetapi benda-benda hidup.
Kita semua perlu nampak visi Tuhan Yesus sebagai Tuan yang punya tuaian. Orang-orang di sekitar kita juga adalah tuaian. Adakah kita memiliki visi sedemikian? Kalau kita memiliki pandangn ini, maka kita akan menyadari betapa banyaknya tuaian yang harus dituai. Oleh karena itulah, dalam Matius 9:38, Tuhan memberi tahu kita agar meminta kepada Tuan yang punya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu. Ketika kita melihat ladang Injil yang begitu luas, kita perlu berdoa, “Tuhan inilah tuaian-Mu. Engkaulah Tuan yang punya tuaian. Kami berseru kepada-Mu untuk minta pekerja-pekerja bagi tuaian-Mu itu. Tuhan, utuslah lebih banyak pekerja untuk menuai tuaian-Mu.”
Siapakah pekerja-pekerja itu? Dalam Alkitab terdapat sebuah prinsip bahwa ketika kita berdoa kepada Tuhan untuk sesuatu, Tuhan akan mengutus kita untuk menggenapkan apa yang telah kita doakan. Kedua belas murid berdoa kepada Tuhan yang empunya tuaian agar Tuhan mengirimkan pekerja-pekerja, dan Tuhan menjawab doa mereka dengan mengutus mereka pergi. Siapa yang berdoa akan menjadi yang diutus. Mereka diutus untuk menuai.
Seringkali kita berdoa agar Tuhan membangkitkan orang lain untuk bekerja di ladang-Nya. Bagaimanakah jawaban Tuhan atas doa kita? Tuhan akan balik bertanya kepada kita, “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Pada saat itulah kita harus dengan berani menjawab, “Tuhan, ini aku, utuslah aku!” (Yes. 6:8). Tuhan akan mengutus kita untuk menuai.

Doa:
Tuhan Yesus, dahulu aku seperti domba yang sesat dan terhilang di dunia, namun Engkau terus mencari dan menemukan aku. Biarpun aku sering lemah dan gagal dalam mengikuti Engkau, tetapi dengan kasih Engkau membimbing aku kepada pertobatan. Tuhan, tuntunlah jalanku hari ini, supaya aku boleh hidup bersandar-Mu, Sang Gembala jiwaku.

17 August 2007

Matius Volume 4 - Minggu 4 Sabtu

Iman yang Menyelamatkan
Matius 9:22
Tetapi Yesus berpaling dan memandang dia serta berkata: “Teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau.” Maka sejak saat itu sembuhlah perempuan itu.

Seorang kepala rumah ibadat datang kepada Yesus, menyembah Dia, dan berkata, “Anakku perempuan baru saja meninggal, tetapi datanglah dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, maka ia akan hidup” (Mat. 9:18). Yesus pun berjalan mengikuti orang itu ke rumahnya. Tetapi di tengah perjalanan itu, seorang perempuan yang sudah dua belas tahun menderita pendarahan maju mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jumbai jubah-Nya. Tuhan Yesus berpaling dan memandang dia serta berkata: “Teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau.” Sejak saat itu sembuhlah perempuan itu (Mat. 9:22). Jubah melambangkan kebajikan dalam perilaku manusia. Jubah Kristus melambangkan perbuatan benar-Nya, dan jumbai jubah-Nya melambangkan pemerintahan surgawi (Bil. 15:38-39). Dalam kebajikan insani Tuhan Yesus yang indah, yang sepenuhnya berada di bawah pemerintahan surgawi, terdapat kuasa penyembuhan (Mat. 14:36). Karena itu, ketika perempuan yang sakit pendarahan ini menjamah jumbai jubah-Nya, kuasa kebajikan-Nya tersalur kepadanya dan ia pun disembuhkan.
Perempuan yang sakit pendarahan ini sebenarnya melambangkan kita, bangsa-bangsa bukan Yahudi. Di pandangan Allah, semua orang bukan Yahudi tengah menderita sakit pendarahan. Di dalam darah terkandung nyawa / hayat tubuh seseorang (bios, Yunani). Menderita sakit pendarahan berarti menderita kebocoran hayat, tidak bisa mempertahankan hayat. Akhir dari penyakit ini adalah kehabisan hayat - mati. Kematian adalah nasib dari semua orang yang berdosa. Kematian di sini bukan hanya kematian jasmaniah, tetapi juga kematian kekal di lautan api. Adakah harapan untuk diselamatkan? Ada. Kita harus demi iman menjamah Tuhan di dalam roh kita. Selain ini, tidak ada jalan untuk disembuhkan, tidak ada jalan untuk terhindar dari kematian kekal.

Mat. 9:18-34; Bil. 15:38-39; Rm. 11:25-26

Setelah perempuan yang menderita sakit pendarahan disembuhkan demi iman, anak perempuan dari kepala rumah ibadat itupun hidup kembali. (Mat. 9:25). Anak perempuan kepala rumah ibadat yang baru saja meninggal ini mewakili orang Yahudi, yang di hadapan Allah, pada akhir zaman ini bagaikan orang yang sekarat. Mereka hanya dapat disembuhkan oleh jamahan langsung Tuhan pada kedatangan-Nya (Rm. 11:25-26; Za. 12:10).
Pendarahan dalam kasus perempuan ini menandakan kebocoran hayat. Kehilangan darah itu berarti kehilangan hayat. Ini juga adalah keadaan masyarakat hari ini. Menurut gambaran ini, masyarakat manusia yang telah jatuh ini penuh dengan setan-setan dan usaha “peternakan babi” yang tidak tahir, dan ditandai oleh kebocoran hayat, yang akan membawa orang-orang ke dalam kematian. Setiap orang yang telah jatuh, dilahirkan dalam penyakit dosa yang mematikan dan mati di dalamnya (Ef. 2:1). Ketika penyakit dosa yang mematikan itu disembuhkan oleh kematian Penyelamat yang menebus (1 Ptr. 2:24), kita pun bangkit, keluar dari kematian dan masuk ke dalam hayat (Yoh. 5:24-25).
Segera setelah anak perempuan kepala rumah ibadat itu dibangkitkan, dibawalah dua orang buta dan seorang bisu kepada Tuhan (Mat. 9:27-33). Kebutaan menandakan tiadanya daya lihat batin untuk melihat Allah dan perkara-perkara yang bersangkutan dengan Allah (2 Kor. 4:4; Why. 3:18). Kedua orang buta ini menyebut Tuhan Anak Daud. Dalam Kerajaan Seribu Tahun, yaitu dalam kemah Daud yang dipulihkan (Kis. 15:16), dalam Kerajaan Mesias, orang-orang Yahudi akan mengenal Kristus sebagai Anak Daud, dan kebutaan mereka akan disembuhkan. Terbukanya mata orang buta ini melambangkan pemulihan daya lihat batini, yang dengannya kita dapat melihat Allah dan hal-hal rohani (Kis. 9:17-18; 26:18; Ef. 1:18; Why. 3:18). Dalam Matius 9:32-33 kita pun melihat bagaimana Tuhan menyembuhkan seorang bisu yang kerasukan setan. Kebisuan ini melambangkan ketidakmampuan kita berbicara bagi Allah dan memuji Allah (Yes. 56:10; 35:6) karena kita menyembah berhala yang bisu (1 Kor. 12:2). Sembuhnya orang yang bisu melambangkan kemampuan kita untuk berbicara dan memuji Allah telah dipulihkan, karena kita dipenuhi Tuhan di dalam roh kita (Ef. 5:18-19).

Doa:
Tuhan Yesus, terima kasih atas kuasa penyembuhan-Mu yang kualami di dalam firman-Mu yang kudus. Kuasa firman-Mu telah menyembuhkan aku dari kematian rohani, dari kebutaan dan kebisuan rohani. Tuhan, pulihkanlah aku sepenuhnya agar aku dapat bangkit melayani-Mu, melihat kehendak-Mu, dan berbicara bagi-Mu serta memuji Allah dengan rohku. Haleluya!

16 August 2007

Matius Volume 4 - Minggu 4 Jumat

Anggur yang Baru dan Kantong Kulit yang Tua
Matius 9:17
Begitu pula anggur yang baru tidak dituang ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong itu pun hancur

Tuhan berkata pula, “Begitu pula anggur yang baru tidak diisikan ke dalam kantong kulit yang tua,... Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya.” (Mat.9:17). Mengapa anggur yang baru tidak dapat disimpan ke dalam kantong kulit yang lama? (Kebiasaan orang Yahudi, anggur selalu disimpan dalam kantong kulit). Karena anggur baru mempunyai tekanan yang kuat, maka kalau anggur baru disimpan dalam kantong kulit yang tua, kantong itu akan pecah dan anggurnya akan terbuang percuma.
Apa artinya kantong kulit yang tua? Kalau baju lama bukan diri kita, bagaimana kantong yang lama adalah diri kita? Kita harus membaca konteksnya. Kalau baju yang lama mengacu pada kebenaran manusiawi kita, maka keterangan berikutnya, yaitu kantong kulit yang tua mengacu pada perbuatan baik alamiah kita. Kantong kulit yang tua berhubungan dengan hal berpuasa pada kalimat di atasnya. Berpuasa bisa membuat kita bermegah, menganggap diri kita tidak seperti pemungut cukai itu. Kita mungkin bermegah karena kita berpuasa seminggu dua kali. Itulah kantong kulit yang tua.
Kantong kulit yang tua ialah kita menganggap perbuatan kita lebih baik daripada orang lain, setelah kita percaya Tuhan Yesus, kita lalu bersandar diri kita melakukan perbuatan yang baik. Keadaan yang demikian ini berarti kita sebagai orang Kristen kembali menjadi orang Galatia yang ingin diperkenan Allah melalui memelihara hukum Taurat. Ingin memperoleh perkenan Allah bersandar kekuatan diri sendiri. Inilah yang dikatakan Paulus dalam Galatia 3:3. Siapa saja yang memulai dengan bersandar Kristus Yesus dan kemudian menggenapi dan mengakhirinya dengan kekuatan diri sendiri, itu berarti menaruh anggur baru di dalam kantong kulit yang tua.

Mat. 9:14-17; Why. 19:7; Kis. 13:2-3; 14:23

Anggur yang baru tidak bisa disimpan dalam kantong kulit yang tua, anggur yang baru hanya bisa disimpan dalam kantong kulit yang baru. Allah tidak menyuruh kita memelihara hukum Taurat yang di luar, Ia menghendaki kita memelihara hukum Taurat yang di dalam. Hukum Taurat yang di hati kita adalah hukum yang hidup. Roma pasal 8 membicarakan tentang hukum Roh pemberi-hayat. Hukum ini di dalam kita membuat kita bisa melakukan hukum Taurat Allah. Kita tidak saja mempunyai baju baru di luar kita, juga mempunyai anggur baru di dalam kita. Kita tidak saja mempunyai kebenaran, kita pun mempunyai hayat baru. Anggur baru harus disimpan dalam kantong yang baru supaya kita bisa menempuh hidup yang baru.
“Tidak seorang pun yang telah minum anggur tua ingin minum anggur yang baru, sebab ia akan berkata: Anggur yang tua itu baik” (Luk. 5:39). Inilah pendapat umum orang-orang dunia. Orang-orang yang pernah menikmati rasa anggur yang tua, tidak ingin minum anggur yang baru. Tetapi yang diberikan Allah kepada kita bukanlah anggur yang tua. Orang Yahudi menolak Tuhan Yesus yang diberikan kepada mereka, karena mereka telah minum terlalu banyak anggur yang tua. Otak kita sama dengan otak orang-orang yang minum anggur yang tua. Kita ingin berbuat baik, kita kira asal kita memperbaiki sedikit sudahlah cukup. Sebenarnya, orang-orang yang minum anggur yang tua tidak mempunyai kekuatan yang baru, tidak ada kekuatan yang baru. Kalau orang tidak minum anggur yang baru, lewat setahun bahkan sampai sepuluh tahun tetap tidak ada hasilnya. Siapa saja yang ingin bersandar kekuatan sendiri memperoleh perkenan Allah, tidak akan berhasil. Hanya bersandar Tuhan Yesus Kristus, minum anggur yang baru, barulah bisa diperkenan Allah.
Setelah kita melihat dan membahas perumpamaan baru dan lama, kita jelas bahwa hukum Taurat dan kasih karunia tidak bisa dicampur-baurkan. Jangan sekali-kali menambal baju kita yang usang dengan kebenaran Kristus. Memakai Tuhan Yesus saja, itu sudahlah cukup. Setelah beroleh selamat, jangan bersandar diri sendiri berbuat baik. Asal kita percaya bahwa Tuhan adalah hayat kita dan membiarkan Kristus tertampil, itu sudahlah cukup.

Doa:
Ya Tuhan, Engkau datang bukan untuk mendirikan agama bumiah yang berisi ritual-ritual, melainkan untuk mendirikan suatu kerajaan hayat yang surgawi. Aku mau menjadi kantong kulit yang baru untuk menampung diri-Mu sehingga bisa menjadi bahan penyusun kerajaan-Mu melalui mengalami Engkau sebagai kain yang belum susut dan anggur yang baru.

15 August 2007

Matius Volume 4 - Minggu 4 Kamis

Kain yang Belum Susut dan Baju yang Tua
Matius 9:16
Tidak seorang pun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya

Yesus berkata kepada murid-murid Yohanes Pembaptis, “Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya” (Mat. 9:16). Kain yang tidak susut melambangkan Kristus dari inkarnasi-Nya sampai penyaliban-Nya. Mula-mula Kristus adalah kain yang belum susut untuk membuat baju baru. Kemudian, melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Ia dijadikan baju baru untuk menutupi kita sebagai kebenaran kita di hadapan Allah, agar kita dapat dibenarkan oleh Allah dan diperkenan oleh-Nya (Luk. 15:22; Gal. 3:27; 2 Kor. 1:30). Menjahitkan secarik kain yang belum susut pada pakaian yang tua berarti meniru apa yang Kristus lakukan di bumi. Kita sering ingin meniru perbuatan insani Yesus untuk memperbaiki perilaku kita, tetapi tidak mengenakan Kristus sebagai jubah baru kebenaran yang menutupi kita di hadapan Allah.
Dalam Alkitab, baju melambangkan perbuatan kebenaran kita di hadapan Allah. Mungkin kita mengira baju kita baik. Tetapi Allah di tempat tersembunyi bisa melihat kita, dan Ia berkata bahwa baju kita koyak. Kita tak mungkin bisa menutupi dosa dan aib kita. Kalau kita meninjau kembali sejarah kita yang lalu, entah betapa najisnya, betapa penuh dosa, sehingga tidak mungkin diberitahukan kepada orang lain. Kita mungkin menyimpannya di hati kita. Tetapi di hadapan Tuhan kita takkan bisa menutupinya. Allah melalui Putra-Nya berkata bahwa baju kita koyak. Dalam terang hukum Taurat, kebenaran kita seperti baju yang koyak, tidak bisa menutupi aib kita di depan Allah. Sekarang masalahnya bukanlah membuktikan baju kita itu koyak atau tidak, melainkan baju kita memang sudah koyak. Hasil dari penambalan itu ternyata semakin memperbesar koyaknya, semakin nyata kepada orang lain.

Mat. 9:16; Luk. 15:22; Gal. 3:27; Rm. 3:10; 2 Kor. 1:30

Kain yang belum susut (baru), dalam bahasa Yunani bukan ditujukan kepada baru atau lamanya suatu benda, melainkan berarti belum selesai, belum rampung. Kain yang baru berarti bahwa kain itu belum rampung penggarapannya, prosedurnya belum selesai. Kain yang demikian kalau dipakai untuk menambal baju yang tua, akan membuat baju yang tua itu semakin rusak. Ketahuilah, banyak orang menerima Tuhan Yesus namun masih belum menerima apa yang telah dirampungkan Kristus Yesus di atas salib.
Banyak orang memberi jawaban yang bermacam-macam bila ditanya, “Siapakah Tuhan Yesus itu?” Menurut mereka, Tuhan Yesus adalah seorang moralis besar, atau seorang ahli agama yang besar. Yesus adalah satu teladan, kita hanya meneladani Dia saja. Inilah perkataan orang yang tidak mempercayai khasiat darah Kristus. Inilah kain yang belum susut, kain yang belum rampung prosedurnya. Ada orang berkata, “Yesus bukan dilahirkan oleh gadis perawan Maria, Ia bukan Anak Allah. Berdarah-Nya bukan untuk penebusan dosa, Dia memang telah mati tetapi belum bangkit. Dia mati dan tak pernah bangkit. Perbuatan yang dilakukan-Nya sebelum Dia mati hanyalah sebagai teladan bagi kita. Kematian-Nya tidak terlalu berkaitan dengan kita.” Demikianlah pendapat mereka yang hanya mengingini perbuatan Tuhan Yesus selama tiga puluh tiga setengah tahun di bumi.
Hari ini banyak orang mungkin tidak nampak bahwa Anak Manusia perlu ditinggikan (Yoh. 3:14). Mereka melihat kematian Tuhan Yesus sama dengan kematian orang biasa. Mereka tak melihat kematian Tuhan Yesus sebagai kematian Anak Allah. Mereka tak mengerti, kalau Tuhan tidak mati, maka mereka pasti binasa. Mereka hanya ingin mengambil pengajaran Tuhan Yesus sebagai “kain yang baru”, yang boleh dipotong sedikit lalu dipakai untuk menambal baju tua mereka yang koyak.Mereka mengakui bajunya sudah koyak, tetapi yang mereka lakukan ialah, mereka ingin menggunting sedikit kain yang belum susut untuk ditambalkan pada tempat yang koyak itu. Tetapi Tuhan berkata, kalau dengan kain yang belum susut menambal baju yang tua, koyaknya akan semakin besar.

Doa:
Tuhan Yesus, dapatkanlah diriku menjadi umat kerajaan yang tidak hanya meniru perbuatan insani-Mu di bumi untuk memperbaiki perilaku yang dihasilkan oleh hayat yang usang tetapi mengambil Kristus yang melalui kematian tersalib dan bangkit sebagai pakaian baru untuk menutupi diriku sebagai kebenaranku di hadapan Allah.

14 August 2007

Matius Volume 4 - Minggu 4 Rabu

Kristus tidak Cocok dengan Agama
Matius 9:15
Jawab Yesus kepada mereka: “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”

Yohanes Pembaptis adalah seorang yang dilahirkan sebagai imam yang melayani Allah dengan cara yang baru. Ia meninggalkan bahkan membuang segala sesuatu yang agamis. Hal ini tentu seturut dengan prinsip pelayanan dalam Perjanjian Baru. Namun, belum sampai tiga tahun sejak ia dipenjarakan, murid-muridnya telah membentuk suatu “agama” baru yang menghalangi orang menikmati Kristus, sama seperti yang dilakukan oleh orang Farisi dari agama yang usang. Ministri Yohanes Pembaptis adalah memperkenalkan Kristus kepada kita, agar Kristus bisa menjadi Penebus, hayat, dan segala sesuatu kita. Namun, beberapa murid Yohanes telah menyimpang dari sasaran ini dan menjadi suatu sekte agama baru.
Apakah agama? Agama adalah melakukan sesuatu untuk Allah, tetapi tanpa Kristus, tanpa penyertaan Kristus. Murid-murid Yohanes yang berasal dari agama baru, dan orang-orang Farisi yang berasal dari agama usang, sama-sama berpuasa, tetapi tanpa Kristus. Mereka berkata kepada Yesus, “Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?” (Mat. 9:14). Orang Farisi melakukan banyak perkara bagi Allah, tetapi tidak ada Kristus di dalamnya. Mereka melayani Allah, namun tanpa Kristus. Kini murid-murid Yohanes Pembaptis berpuasa, juga tanpa Kristus. Tidak peduli apakah cara itu lama atau baru, asalkan tidak ada Kristus dan tidak ada Roh di dalamnya, itulah agama. Kristus tidak pernah sejalan dengan agama.
Seturut dengan prinsip ini, marilah kita pertimbangkan pengalaman rohani kita. Bagaimanakah dengan pembacaan Alkitab, doa, dan pelayanan kita? Adakah Kristus di dalamnya? Bila di dalamnya tidak ada Kristus, maka semua yang kita lakukan hanyalah suatu ritual agama, kosong, dan sia-sia. Tanpa Kristus, tidak ada satupun dari perbuatan kita yang diperkenan Allah (Mat. 3:17; 17:5).

Mat. 9:14-15; Rm. 10:17; Ef. 6:12; Why. 20:13

Tuhan Yesus bukan hanya Tabib, tetapi juga Mempelai Laki-laki. Ia berkata kepada murid-murid Yohanes, “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa (Mat. 9:15). Selama Tuhan di bumi, murid-murid adalah sahabat dari Mempelai Laki-laki. Kelak, mereka akan menjadi Mempelai Perempuan-Nya (Yoh. 3:29; Why. 19:7). Setelah Yesus disalibkan, mati, bangkit, dan naik ke surga (diambil dari sahabat-sahabat-Nya), barulah mereka berpuasa (Kis. 13:2-3; 14:23). Penyelamat Rajani mula-mula menyembuhkan para pengikut-Nya, kemudian menjadikan mereka sahabat-sahabat Mempelai Laki-laki. Dia akan menjadikan mereka mempelai perempuan-Nya. Kita seharusnya bersandar kepada-Nya bukan hanya sebagai Tabib kita supaya hayat kita bisa disembuhkan, tetapi juga sebagai Mempelai Laki-laki kita, agar kita bisa memiliki kenikmatan hidup dalam penyertaan-Nya. Kristus ingin kita hanya memperhatikan Dia. Kehidupan dan tindak-tanduk kita seharusnya diatur dan diarahkan hanya oleh diri Kristus dan hadir-Nya serta penyertaan-Nya yang manis, bukan oleh doktrin apa pun.
Sangatlah janggal bila seseorang berpuasa pada suatu pernikahan. Lagi pula, berpuasa ketika orang lain menikmati perjamuan nikah merupakan suatu penghinaan bagi mempelai laki-laki. Di sini kita nampak hikmat Tuhan. Ia tidak bertengkar dengan kaum agamawan, tetapi Ia dengan pasti menyalahkan kaum agamawan.Kaum agamawan telah kehilangan sasaran, Tuhan berkata,”Tidakkah kalian menyadari bahwa Aku adalah Mempelai Laki-laki dan semua murid-Ku yang ada di sekitar-Ku adalah sahabat-sahabat Mempelai? Mereka tidak wajib puasa, mereka wajib berpesta dengan-Ku.” Tanpa kedua perkara ini, Tuhan Yesus tidak akan dapat mewahyukan diri-Nya sebagai Tabib dan Mempelai Laki-laki. Kita harus bersyukur kepada Tuhan karena orang-orang Farisi dan karena murid-murid Yohanes. Kita bahkan harus bersyukur kepada Tuhan karena semua agama, sebab tanpa adanya kesempatan yang diberikan oleh agama, Tuhan tidak akan dapat diwahyukan dalam berbagai aspek kepada kita.

Doa:
Ya Tuhan,ampunilah diriku bila selama ini aku melayani Allah dengan cara agama,tidak ada Kristus dan tidak ada Roh di dalamnya. Aku mau membuang segala hal yang usang dan melayani dalam kebaharuan hayat. Biarlah dalam doa, pembacaan Alkitab, dan pelayananku, Engkau menjadi inti di dalamnya dan menempati tempat yang terutama.

13 August 2007

Matius Volume 4 - Minggu 4 Selasa

Kuasa Raja atas Angin, Laut dan Setan-setan
Matius 8:26
Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?” Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali.

Yesus Kristus adalah Raja yang berkuasa. Kekuasaan-Nya dinyatakan atas angin, laut, dan setan-setan. Ini bukan kekuasaan yang biasa, melainkan kekuasaan yang luar biasa. Ketika Tuhan dan murid-murid-Nya berada dalam perahu, sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu (the sea, KJV), sehingga perahu itu ditelan gelombang, tetapi Yesus tidur (Mat. 8:24). Di tengah ketakutan yang amat sangat, murid-murid berusaha membangunkan Tuhan dari tidur-Nya. Tuhan berkata, “Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?” (Mat. 8:26). Iman berasal dari firman Tuhan dan tergantung pada firman Tuhan (Rm. 10:17). Jika kita tidak memiliki firman dari Tuhan, kita tidak akan memiliki dasar untuk iman kita. Tuhan sudah memberi mereka firman untuk bertolaklah ke seberang (Mat. 8:18). Jika mereka percaya kepada firman itu, mereka tidak perlu berdoa, “Tuhan, tolonglah, kita binasa” (Mat. 8:25). Pemahaman kita yang kurang memadai terhadap firman Tuhan menjadi penyebab mengapa kita sering takut, kuatir akan hidup kita.
Kesulitan kita sebagai pengikut-pengikut Tuhan pada hari ini ialah ketika topan itu datang, kita sering melupakan firman Tuhan. Selain itu, kita bukannya memandang kepada Tuhan, malahan memandang kepada topan itu. Kita semua perlu belajar, supaya ketika kita sedang dalam perjalanan mengikuti Tuhan dan timbul topan, kita dapat memandang kepada Tuhan yang tertidur dan bukan kepada topan itu. Jangan mempedulikan topan itu - perhatikan saja firman Tuhan. Tuhan telah menyuruh kita “bertolak ke seberang”, dan apa saja yang dikatakan-Nya akan digenapi. Begitu Tuhan mengatakan satu hal, hal itu pasti beres. Tuhan selalu menggenapkan firman-Nya. Maka, bila Dia menyuruh kita bertolak ke seberang, kita yakin bahwa kita akan mencapai ke seberang, tidak peduli topan macam apa yang akan datang.

Mat. 8:18-26; Ef. 2:1-6

Kita perlu percaya kepada Tuhan dan tidak memandang kepada lingkungan atau keadaan kita. Jangan memandang kepada topan, tetapi pandanglah Tuhan yang beristirahat. Dalam perjalanan kita bersama Tuhan, kita sering menghadapi badai atau angin topan. Kemudian kita mungkin menyimpang dan melupakan firman Tuhan serta fakta bahwa Dia menyertai kita dan sedang beristirahat. Dapatkah kita berkata, “Tuhan, karena Engkau sedang beristirahat, aku akan beristirahat juga?” Marilah kita semua belajar mempraktekkan hal ini. Sewaktu kita menempuh jalan yang ditentukan oleh Tuhan, Tuhan akan beristirahat dan musuh akan sibuk. Roh-roh jahat dan roh-roh najis akan menjadi aktif membuat topan untuk menghalangi perjalanan kita. Kita perlu ingat bahwa sebenarnya ini bukanlah perjalanan kita, ini adalah perjalanan Tuhan, dan kita sedang berjalan bersama-Nya. Kita sedang menempuh jalan-Nya, dan Dia ada dalam perjalanan bersama kita. Dia bahkan ada di dalam perahu bersama kita.
Ketika Tuhan Yesus tiba di seberang, yaitu di daerah orang Gadara, Ia dijumpai oleh dua orang yang kerasukan setan. Setan-setan itu memohon kepada Tuhan Yesus untuk pindah ke dalam kawanan babi (Mat. 8:31). Yesus lalu berkata kepada mereka, “Pergilah!”. Seluruh kawanan babi itu pun terjun dari tebing yang curam ke dalam danau dan mati di dalam air. Ketika pemilik babi-babi tersebut mendengar laporan tentang kawanan babi itu, mereka menjadi marah dan mendesak agar Tuhan segera meninggalkan daerah mereka (Mat. 8:33-34). Mereka menolak Raja karena mereka menginginkan babi-babi mereka yang najis.
Usaha peternakan babi ini melambangkan industri dunia yang najis pada hari ini. Di dalam dunia ini ada setan-setan, dan di mana-mana ada usaha yang tidak tahir. Tetapi ke mana saja para pengikut Tuhan Yesus pergi bersama-Nya, hasilnya adalah setan-setan akan diusir dan usaha peternakan babi akan dibersihkan. Seperti yang ditunjukkan oleh permintaan seluruh penduduk di tanah Gerasa itu supaya Tuhan meninggalkan mereka, orang-orang dunia sakit hati bila setan-setan diusir dan usaha peternakan babi dibersihkan. Sesungguhnya mengusir setan-setan dan membersihkan usaha peternakan babi yang kotor adalah satu hal yang baik, tetapi hal ini tidak menyenangkan orang-orang dunia. Meskipun kita sedang melakukan yang terbaik untuk masyarakat, tetapi orang-orang dunia tidak mengapresiasi kita.

Doa:
Tuhan Yesus, karena Engkau beristirahat, aku akan beristirahat dengan-Mu. Biarlah angin menderu. Karena Engkau sedang beristirahat, maka aku dapat beristirahat bersama-Mu. Ajarlah aku untuk hanya memperhatikan firman-Mu, bukan memperhatikan kesulitan di sekelilingku, karena hanya firman-Mu yang benar dan dapat disandari.

12 August 2007

Matius Volume 4 - Minggu 4 Senin

Menyembuhkan dan Mewahyukan Jalan untuk Mengikuti Dia
Matius 8:16-17
... Yesus mengusir roh-roh itu dan menyembuhkan orang-orang yang menderita sakit. ...“Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita.”

Setelah Yesus turun dari gunung untuk melaksanakan ministri rajani-Nya, hal pertama yang dilakukan-Nya adalah mentahirkan orang yang sakit kusta, menyembuhkan orang yang sakit, dan mengusir setan dari orang yang kerasukan, agar mereka dapat menjadi umat Kerajaan Surga (Mat. 8:2-17). Orang kusta dalam Matius 8:2-4 mewakili orang Yahudi, sedangkan perwira dalam Matius 8:5-13 mewakili orang bukan Yahudi. Penyelamat rajani pertama-tama datang kepada orang Yahudi, kemudian kepada orang bukan Yahudi (Kis. 3:26; 13:46; Rm. 1:16; 11:11). Orang Yahudi yang percaya diselamatkan oleh jamahan langsung-Nya (Mat. 8:3), sedangkan orang bukan Yahudi yang percaya diselamatkan melalui iman terhadap perkataan-Nya (Mat. 8:8, 10, 13).
Perwira itu mengenal kekuasaan Penyelamat rajani dan menyadari bahwa perkataan-Nya memiliki kuasa untuk menyembuhkan. Jadi, dia percaya bukan hanya kepada Penyelamat rajani, tetapi juga percaya kepada perkataan-Nya. Lalu Yesus berkata kepada perwira itu, “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya” (Mat. 8:13). Pada saat itu juga sembuhlah hambanya. Iman yang sejati adalah iman yang berpegang pada perkataan Tuhan. Iman yang demikianlah yang dapat menyembuhkan kita.
Sebelum kita diselamatkan, karena dosa, kita lumpuh juga tidak berfungsi. Tidak hanya itu, kita pun terbaring karena sakit demam seperti ibu mertua Petrus yang mewakili orang Yahudi yang hidup pada akhir zaman ini, yang akan diselamatkan dengan menerima Juruselamat rajani (Rm. 11:25-26). Melalui percaya kepada firman-Nya, dan dijamah oleh sentuhan langsung Juruselamat rajani, kita telah disembuhkan sehingga fungsi kita telah pulih dan kini kita dapat mulai melayani Raja kita (Mat. 8:15).

Mat. 8:1-17; Im. 13:45-46; Kis. 3:26; 13:46; Rm. 1:16

Dalam Matius 8:19-22, kita nampak jalan untuk mengikuti Raja surgawi. Jalan itu diwahyukan melalui kisah dua orang yang datang kepada Raja. Yang pertama, seorang ahli Taurat berkata kepada-Nya, “Guru, aku akan mengikuti Engkau, ke mana saja Engkau pergi” (Mat. 8:19). Ahli Taurat itu tidak mempertimbangkan perihal membayar harga. Karena itu, Raja Penyelamat menjawab dengan cara yang menyebabkannya mempertimbangkan perihal membayar harga. Perihal ini akan menguji kita apakah kita betul-betul mencari dan mengikuti Dia dengan tulus atau tidak.
Tuhan berkata kepada ahli Taurat yang ingin mengikuti-Nya, “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya” (Mat. 8:20). Ini membuktikan bahwa kerajaan yang didirikan-Nya bukan bersifat bumiah, melainkan surgawi. Tuhan seolah-olah berkata, “Apakah engkau ingin mengikut Aku? Aku tidak menjanjikan kenyamanan duniawi. Aku tidak memiliki apa-apa, bahkan tempat untuk meletakkan kepala-Ku. Relakah engkau melepaskan kenyamanan hidup demi mengikut Aku?” Di sini Tuhan menegaskan bahwa siapa saja yang mau mengikuti Dia, harus siap menderita, harus siap membayar harga. Dalam hal mengikuti Raja ini, tidak ada janji akan kenikmatan materi.
Dalam kesempatan lain, salah seorang murid Tuhan berkata kepada-Nya, “Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku” (Mat. 8:21). Bagaimanakah respon Tuhan terhadap perkataan ini? Tuhan menjawab, “Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka” (Mat. 8:22). Betapa ajaibnya Tuhan Yesus! Dalam hal memperlakukan orang, Tuhan sangat bijaksana. Jawaban Tuhan kepada ahli Taurat dan salah seorang murid-Nya memperlihatkan kepada kita jalan untuk mengikuti Raja surgawi. Untuk mengikuti Tuhan, kita harus memperhatikan dua prinsip penting. Pertama, jika kita ingin mengikuti Dia, kita tidak boleh mengharapkan kenikmatan materi apa pun, harus siap membayar harga. Kedua, untuk mengikuti Dia, kita harus mutlak, tidak mengindahkan permintaan orang mati. Kita adalah orang-orang yang hidup dan kita harus terus mengikuti Raja.

Doa:
Tuhan Yesus, Engkau datang bukan hanya untuk menyelamatkanku dari dosa, tetapi juga menyembuhkan, memikul kelemahan dan menanggung sakit penyakitku. Ampunilah aku yang sering tidak taat ini. Mohon belas kasih-Mu agar aku layak berbagian dalam kerajaan-Mu. Demi iman kupercaya bahwa janji-janji firman-Mu yang adalah “ya” dan “amin”.

10 August 2007

Matius Volume 4 - Minggu 3 Sabtu

Berseru dan Melakukan Kehendak Bapa
Matius 7:21
Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.

Untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga, kita perlu melakukan dua hal, menyeru nama Tuhan dan melakukan kehendak Bapa yang di surga. Kedua hal inilah yang melayakkan kita untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga. Menyeru nama Tuhan melayakkan kita untuk diselamatkan (Rm. 10:13). Apabila kita tidak berseru kepada nama Tuhan, kita tidak dapat diselamatkan. Hanya nama Yesus yang dapat menyelamatkan kita (Kis. 4:12). Menolak untuk menyeru nama Yesus, berarti menolak untuk diselamatkan. Tetapi siapa saja yang berseru kepada nama Tuhan pasti diselamatkan dari hukuman kekal Allah. Karena itu, menyeru nama Tuhan adalah langkah awal dari keselamatan kita di hadapan Allah.
Setelah kita diselamatkan melalui menyeru nama Tuhan, masih ada satu hal lagi yang harus kita kerjakan untuk dapat masuk ke dalam Kerajaan Surga, yakni melakukan kehendak Bapa yang di surga. Karena itu, bagi yang belum berseru kepada Tuhan, marilah berseru agar diselamatkan. Bagi yang sudah berseru, jangan lupa, masih perlu melakukan kehendak Bapa yang di surga. Inilah pesan yang Tuhan sampaikan kepada kita dalam Matius 7:21.
Dalam pengalaman kita, menyeru nama Tuhan dan melakukan kehendak Bapa haruslah bergandengan. Orang yang tidak berseru kepada nama Tuhan mustahil melakukan kehendak Bapa, karena orang yang belum diselamatkan tidak bersyarat melakukan kehendak-Nya. Tetapi orang yang berseru kepada nama Tuhan saja namun tidak melakukan kehendak Bapa, pasti tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Surga. Apakah kehendak Bapa? Kehendak Bapa adalah kita memperhidupkan hayat Bapa. Artinya, setiap aspek dari kehidupan dan pelayanan kita haruslah bersumber dari hayat Bapa, bukan hayat alamiah kita. Tanpa ini, tidak seorangpun layak masuk Kerajaan Surga.

Mat. 7:21-29; Rm. 10:13; Kis. 4:12; 1 Kor. 3:12-15

Pada hari penghakiman, ketika semua orang beriman berdiri di depan takhta penghakiman Kristus, banyak orang akan berkata kepada Tuhan bahwa mereka bernubuat, mengusir setan, dan mengadakan banyak mukjizat demi nama-Nya (Mat. 7:22). Mereka mungkin berharap Tuhan akan memuji pelayanan mereka. Bagaimanakah respon Tuhan? Tuhan bukan hanya tidak memuji mereka, tetapi Tuhan akan dengan terus terang berkata, “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari hadapan-Ku, kamu sekalian yang melakukan kejahatan!” (Mat. 7:23).
Tuhan tidak menyangkal bahwa mereka bernubuat, mengusir setan, dan mengadakan banyak mukjizat demi nama-Nya. Tetapi karena perbuatan mereka tidak bersumber pada hayat Bapa dan bukan bagi pembangunan Tubuh Kristus, maka Tuhan menganggap semuanya itu sebagai kejahatan! O, betapa seriusnya perkara ini. Tidak peduli betapa berkarunianya seorang hamba Tuhan, bila pelayanannya tidak sejalan dengan kehendak Bapa di surga, maka ia akan dikucilkan dari manifestasi kerajaan pada zaman yang akan datang.
Selanjutnya Tuhan berkata, “Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu (batu karang, Tl.). Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu” (Mat. 7:24-25). Batu karang mengacu kepada firman Kristus. Untuk menggenapkan kehendak Bapa surgawi, kehidupan dan pekerjaan kita haruslah didirikan di atas firman Kristus, bukan konsepsi alamiah kita. Hujan yang turun dari langit berasal dari Allah; banjir yang datang dari bumi berasal dari manusia; dan angin yang bertiup dari angkasa berasal dari Iblis. Semuanya itu akan menguji kehidupan dan pekerjaan umat kerajaan.
Rumah yang dibangun di atas batu karang, rumah yang tahan terhadap berbagai pengujian, melambangkan pekerjaan yang dibangun dengan emas, perak, dan batu permata. Sedangkan rumah yang dibangun di atas pasir (Mat. 7:26-27), yang tidak tahan uji, melambangkan pekerjaan yang dibangun dengan kayu, rumput kering, dan jerami (1 Kor. 3:12-15).

Doa:
Tuhan Yesus, ajarlah aku untuk senantiasa menyeru nama-Mu agar aku diselamatkan dan menikmati segala kelimpahan-Mu. Tidak hanya itu, jadikanlah pula aku sebagai orang yang melakukan kehendak Bapa, memperhidupkan hayat Bapa, membangun Tubuh-Mu, bukan dengan cara dan kekuatan alamiahku, melainkan dengan hayat ilahi Bapa di dalamku. Aku ingin hidup dan pekerjaanku tahan pengujian-Mu.

09 August 2007

Matius Volume 4 - Minggu 3 Jumat

Masuk Melalui Pintu yang Sempit
Matius 7:13-14b
Masuklah melalui pintu yang sempit, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya;karena sempitah pintu dan sesaklah jalan yang menuju kepada kehidupan.

Biasanya orang berjalan lebih dahulu, lalu setelah menempuh jarak tertentu, barulah masuk melalui pintu. Tetapi dalam Matius 7:13-14, Tuhan tidak mengatakan demikian. Tuhan mengatakan bahwa kita harus masuk melalui pintu terlebih dahulu, baru kemudian berjalan. Orang Kristen terlebih dulu masuk melalui pintu yang sempit, setelah itu barulah mereka dapat berjalan pada jalan yang sesak.
Apakah artinya masuk melalui pintu yang sempit? Melewati pintu yang sempit berarti melewati suatu pos, yakni pos pertobatan dan iman, yang olehnya kita bisa menghampiri Allah (Ef. 2:13). Pintu ini kemudian membawa kita berjalan pada jalan yang sesak. Apakah jalan yang sesak itu? Jalan yang sesak adalah jalan di mana kita dapat senantiasa bersekutu dengan Allah. Tanpa melalui pintu yang sempit itu (pos pertobatan dan iman), tidak mungkin seseorang dapat menempuh jalan yang sesak, yakni hidup dalam persekutuan dengan Allah (Ibr. 10:19, 22).
Bagaimanakah agar kita dapat mengalami pintu yang sempit dan jalan yang sesak? Caranya adalah dengan menghentikan upaya perbaikan diri (Rm. 7:25), sebaliknya dengan iman menerima khasiat dari karya penebusan Kristus yang telah memuaskan tuntutan Allah di dalam diri kita. Iman yang demikian akan memimpin kita ke jalan yang sesak, yakni berjalan dalam ketaatan kepada Roh itu (Rm. 8:4). Hari ini, jalan seperti apakah yang tengah kita tempuh? Mungkin kita menyukai jalan yang lebar, jalan di mana kita dapat dengan bebas melakukan apa pun yang kita senangi. Ketahuilah, jalan yang lebar demikian adalah jalan pemberontakan terhadap Roh Kudus, jalan yang menuju kebinasaan (1 Kor. 3:15). Karena itu marilah kita belajar melakukan kehendak Bapa di dalam ketaatan, karena akhir dari jalan ini menuju kepada kehidupan.

Mat. 7:13-14; Ef. 2:13; Ibr. 10:19, 22; Rm. 7:25; 8:4

Siapakah yang dapat masuk melalui pintu yang sempit dan berjalan di atas jalan yang sempit? Hanya umat kerajaan yang miskin dalam roh, yang berdukacita, lemah lembut, lapar dan haus akan kebenaran, berbelaskasihan, murni hatinya, suka berdamai dengan semua orang, rela dianiaya demi kebenaran, dan mau dicela karena Kristus. Hanya orang-orang yang demikianlah yang dapat masuk melalui pintu yang sempit dan berjalan di atas jalan yang sesak.
Jalan yang sesak adalah jalan yang penuh dengan pembatasan, penuh dengan pengendalian Roh Kudus. Jika kita ingin mengikuti Yesus, Sang Raja, kita harus belajar menerima pembatasan. Sewaktu Yesus hidup di bumi ini, Ia selalu menerima pembatasan, yaitu dibatasi oleh tubuh jasmani-Nya, dibatasi oleh keluarga-Nya, dibatasi oleh orang-orang di sekeliling-Nya. la selalu menerima pembatasan, baik oleh ruang maupun waktu. la terbatasi oleh segala-galanya. Jika kita ingin menempuh jalan yang sesak sebagaimana Yesus, kita pun harus menerima pembatasan. Jika kita mengikuti jejak-Nya, kita akan kehilangan kebebasan dan keleluasaan. O, alangkah bahagianya jika kita dapat menerima segala pembatasan demi Yesus!
Untuk menerima pembatasan Roh Kudus dalam setiap aspek hidup kita, diperlukan kekuatan yang besar. Misalnya, untuk bersabar dalam situasi yang tengah membangkitkan amarah kita, sungguh membutuhkan kekuatan yang besar. Kita memerlukan kekuatan surgawi, yakni kuat kuasa kebangkitan Kristus yang terkandung dalam Roh itu. Begitu kita menikmati Roh itu melalui menyeru nama-Nya, ajaib sekali, amarah kita langsung menguap. Bersamaan dengan itu, kesabaran pun datang meneduhkan batin kita. Ini bukan teori, tetapi penerapan praktis dari kuat kuasa kebangkitan Kristus melalui Roh itu. Inilah jalan terbaik untuk menerima segala jenis pembatasan.
Khususnya orang-orang muda, perlu belajar menempuh jalan yang sesak, perlu menerima pembatasan. Dalam pergaulan dengan teman-teman kita, dalam hubungan kita dengan lawan jenis, dalam berperilaku dan tutur kata, semuanya perlu pembatasan. Jalan ini memang sesak, tetapi menyelamatkan kita.

Doa:
Ya Tuhan Yesus, berikanlah aku kekuatan rohani untuk belajar hidup dalam pembatasan Roh Kudus, belajar melakukan kehendak Bapa di dalam ketaatan kepada Roh itu, berjalan mengikuti jejak-Mu di bumi. Tuhan, sadarkanlah tatkala aku mulai menapaki jalan yang lebar, yang menuntun aku ke dalam kebinasaan. Berikan aku kesadaran rohani atas jalan yang kutempuh.

08 August 2007

Matius Volume 4 - Minggu 3 Kamis

Meminta, Mencari, dan Mengetok
Matius 7:11
Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.

Berdoa adalah hak utama orang Kristen. Begitu kita dilahirkan kembali, kita dapat berdoa kepada Allah, dan Allah mau mendengarkan doa kita; itulah hak utama yang Allah berikan kepada kita. Jika kita sering berdoa, kita akan menjadi orang Kristen yang bersukacita di dunia ini (Yoh. 16:24). Jika kita sering berdoa, namun Allah tidak sering mengabulkan doa kita, atau setelah menjadi orang Kristen beberapa tahun, Allah sama sekali tidak pernah mendengarkan doa kita, kita harus tahu, bahwa pada diri kita telah mengidap satu penyakit yang parah.
Kita adalah anak-anak Allah. Karena itu, bila doa kita justru tidak dikabulkan oleh Allah, ini adalah keadaan yang tidak seharusnya ada. Setiap orang Kristen harus berlaku sedemikian rupa sehingga Allah bisa mendengar doanya. Sebagai orang Kristen, kita masing-masing harus sering memiliki pengalaman Tuhan mendengarkan doa kita. Ini adalah pengalaman yang mendasar. Jika setelah sejangka waktu kita masih belum mendapatkan pengabulan doa dari Allah, di hadapan Allah, kita pasti ada penyakitnya.
Tuhan berkata, “Ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” Jika kita mengetok dinding, Tuhan mustahil membukakan dinding bagi kita. Namun jika kita mengetok pintu dengan sungguh-sungguh, Tuhan pasti membukakan pintu bagi kita. Tuhan juga berkata, “Carilah, maka kamu akan mendapatkan.” Allah ingin tahu, sebenarnya hal apa yang kita ingini dan mana yang kita minta, barulah Allah memberikannya kepada kita. Meminta berarti menghendaki dengan tekun dan sungguh-sungguh. Mencari atau mengetok pintu berarti memohon atau meminta. “Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa” (Yak. 4:2). Jadi, syarat pertama untuk mendapatkan pengabulan doa adalah meminta. Hanya mereka yang meminta yang akan diberi.

Mat. 7:11-14; Yoh. 16:24; Yak. 4:2

Sering kali ketika kita berdoa, meminta saja tidak cukup. Kita masih perlu mencari. Adakalanya mencari saja masih kurang, perlu juga mengetuk. Pada tahap permulaan, doa kita biasanya adalah doa yang meminta, meminta berkat-berkat Tuhan. Tetapi, setelah lewat sejangka waktu, kita mulai mencari, bukan lagi mencari berkat, melainkan mencari Tuhan sendiri. Terakhir, setelah mendapatkan Tuhan, kita masih perlu mengetuk, yaitu untuk masuk ke dalam penyertaan Tuhan. Berdoa yang sejati selalu dimulai dari berkat Tuhan, kemudian menjamah diri Tuhan, dan terakhir memasuki penyertaan Tuhan. Kita semua harus belajar memiliki doa yang demikian.
Allah penuh hikmat, Ia tidak akan salah menjawab doa kita (Mat. 7:9-11). Adakalanya kita salah meminta, Ia masih menjawab dengan benar. Adakalanya kita meminta batu, karena menganggapnya sebagai roti; meminta ular, karena menganggapnya sebagai ikan; tetapi Allah tetap memberi roti, memberi ikan, memberi barang yang benar, barang yang lebih baik kepada kita. Dulu ada seorang misionaris hendak pergi memberitakan Injil ke Afrika, lalu memohon Tuhan memberinya tubuh yang sehat, supaya tahan menderita di Afrika. Pada suatu hari, ia terjatuh dan mengalami patah kaki. Karena tidak bisa disambung kembali, terpaksa diganti dengan sebuah kaki kayu. Saat itu ia tidak mengerti mengapa Tuhan mengizinkan perkara ini terjadi. Setelah sampai di Afrika, ia bertemu dengan suku primitif kanibal yang ingin memangsanya. Ia dikejar sampai tidak bisa menghindar, lalu terpaksa melemparkan kaki kayunya kepada mereka. Mereka pun segera menyantap kaki kayunya; tetapi karena merasa asing dengan cita rasanya, mereka lalu membiarkan dia pergi. Saat itu barulah ia tahu bahwa Allah sebenarnya menjawab doanya, mempersiapkan sebuah kaki kayu, supaya sampai waktunya, menyelamatkan jiwanya.
Adakalanya jawaban Allah terhadap doa kita bisa dianggap tidak masuk akal, atau sepertinya keliru, tetapi kemudian fakta membuktikan jawaban-Nya sungguh tepat dan benar. Puji syukur kepada Allah, kita bisa salah, tetapi Ia tidak bisa salah! Kita bisa meminta yang salah, Ia tidak bisa memberi yang salah! Bapa kita sungguh tahu apa yang terbaik bagi kita!

Doa:
Ya Bapa, sesungguhnya Engkau adalah Allah yang senang mendengarkan dan mengabulkan doa anak-anak-Mu. Bapa, ampunilah bila selama ini aku berdoa namun tidak di dalam kesungguhan, berdoa dalam formalitas agama, berdoa namun bukan hati. Ajarlah aku berdoa dengan meminta, mencari dan mengetuk, maka Engkau akan berkenan.

07 August 2007

Matius Volume 4 - Minggu 3 Rabu

Umat Kerajaan tidak Menghakimi Orang Lain
Matius 7:1-2
Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.

Ada seorang gembala di sebuah gereja yang memiliki suatu metode untuk menghadapi anggota jemaatnya yang suka mengkritik atau menghakimi orang lain. Gembala tersebut menyediakan sebuah buku khusus di meja kerjanya. Ketika seorang saudara datang kepadanya untuk mengadukan kesalahan saudara yang lain, ia akan berkata, “Baiklah, di sini ada buku keluhan. Saya akan mencatat semua yang Anda keluhkan terhadapnya, dan nanti tolong Anda tanda tangani di bawahnya. Jangan lupa tulis pula nama Anda di situ. Segera setelah itu, saya akan membawa buku itu dan menemui dia.” Dalam 40 tahun pelayanan gembala tersebut di gereja itu, sudah ratusan kali ia membuka buku keluhan yang sama, tetapi tidak satu halaman pun yang terisi. Tidak ada satu catatan pun di sana.
Pengaturan surgawi atas umat kerajaan menuntut mereka memperhatikan kepentingan orang lain. Dalam hal apa pun yang kita lakukan, kita harus memikirkan kepentingan orang lain. Apakah kita memikirkan orang lain? Jika kita memikirkan orang lain, kita tidak akan mengkritik atau menghakimi mereka. Dalam Matius 7:1 Tuhan berkata, “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.” Kita seharusnya hidup di dalam roh yang rendah hati di bawah pemerintahan surgawi kerajaan, sehingga tidak menghakimi orang lain.
Roma 14:10 mengatakan, “Tetapi engkau, mengapakah engkau menghakimi saudaramu? Atau mengapakah engkau menghina saudaramu? Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Allah.” Perkataan ini menegaskan bahwa kita tidak layak menghakimi saudara kita, sebab penghakiman bukan hak kita. Hanya Allah yang layak menghakimi. Hak kita bukan menghakimi, tetapi berdoa. Gunakanlah hak kita untuk mendoakan saudara kita yang lemah. Doa yang demikian pasti diperkenan Allah.

Mat. 7:1-5; Rm. 14:10; 2 Kor. 5:10

Selumbar atau serpihan kayu di mata saudara kita seharusnya mengingatkan kita akan balok di mata kita sendiri. Tuhan mengatakan, “Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu” (Mat. 7:3, 5). Asalkan balok itu masih berada di mata kita, pandangan kita pasti kabur dan kita tidak akan nampak jelas. Dalam hal menunjukkan kesalahan saudara, kita harus menyadari bahwa sebenarnya kita mempunyai kesalahan yang lebih besar.
Setiap orang di antara kita harus memberi pertanggungjawaban masing-masing di depan takhta pengadilan Kristus (2 Kor. 5:10). Penghakiman pada takhta pengadilan Allah akan dilaksanakan sebelum Kerajaan Seribu Tahun, yang segera tiba sesudah kembalinya Kristus (1 Kor. 4:5; Im. 16:27, 25:19; Luk. 19:15). Pelayanan dan kehidupan kita akan dihakimi pada saat itu (Why. 22:12; Mat. 16:27; 1 Kor. 4:5; 3:13-15; Mat. 25:19; Luk. 19:15). Penghakiman ini tidak berhubungan dengan keselamatan kita, sebab setiap orang yang tampil di hadapan takhta pengadilan Allah adalah orang yang telah beroleh selamat. Penghakiman ini akan menghakimi kehidupan dan pelayanan kita setelah kita terhitung sejak kita percaya. Penghakiman ini akan menentukan pahala kita dalam Kerajaan Seribu Tahun (Mat. 25:21, 23; Luk. 19:17, 19; 1 Kor. 3:14-15; Mat. 16:27; Why. 22:12; Luk. 14:14; 2 Tim. 4:8).
Setiap orang beriman akan berdiri di hadapan takhta penghakiman Kristus untuk memberi pertanggungjawaban kepada Allah atas kehidupan dan pekerjaannya. Oleh karena itu, kita tidak seharusnya bertengkar dengan siapapun dan janganlah mengecam orang lain. Tetapi hendaklah kita mempersiapkan diri sendiri, sebab pada suatu hari kelak, kita akan berdiri di hadapan takhta pengadilan Allah, untuk memberikan pertanggungjawaban atas kehidupan maupun pelayanan kita kepada Allah. Kita harus nampak, bahwa diri kita bukanlah apa-apa, tidak lebih baik dari siapapun. Bila kita mengenal daging kita sendiri, kita pasti tidak akan berani lagi menghakimi siapapun.

Doa:
Tuhan Yesus, singkapkanlah keadaanku yang penuh kelemahan dan kegagalan ini sehingga aku sadar bahwa aku sama sekali tidak bersyarat menghakimi sesamaku. Ampunilah kebutaanku selama ini, ya Tuhan. Biarlah terang penghakiman-Mu menyadarkan aku dari kesalahanku. Aku mau bertobat dan menggunakan hakku untuk berdoa bagi saudara yang lemah, bukan menghakimi.

06 August 2007

Matius Volume 4 - Minggu 3 Selasa

Janganlah Kuatir akan Hidupmu
Matius 6:33
Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.

Siapakah di antara kita yang tidak memiliki kekuatiran? Asal seseorang masih hidup di muka bumi, ia pasti memiliki kekuatiran. Tidak seorangpun yang tidak memiliki kekuatiran. Mengapa demikian? Karena hayat insani kita adalah hayat yang penuh dengan kekuatiran. Boleh dibilang bahwa hayat insani kita tersusun dari kekuatiran. Hanya satu jenis hayat yang tidak mengenal kata “kekuatiran”, yaitu hayat Allah. Ya. Allah tidak pernah kuatir. Pernahkah kita mendengar atau melihat bahwa Allah kuatir? Tidak pernah. Meskipun Allah memiliki banyak pekerjaan, tetapi Ia tidak mempunyai kekuatiran. Hayat Allah adalah hayat yang tanpa kekuatiran, sebaliknya penuh dengan kenikmatan, perhentian, penghiburan, dan kepuasan.
Tuhan mengetahui bahwa manusia penuh kekuatiran. Tetapi mengapa Ia mengatakan, “Janganlah kuatir akan hidupmu, ...(Mat. 6:25)? Bukankah perintah ini kedengarannya mustahil untuk dilakukan? Jawabannya: Ya dan tidak! Ya, perintah ini mustahil dilakukan bila kita hidup menurut hayat insani kita yang jatuh. Sebaliknya, perintah ini sama sekali tidak mustahil bila kita hidup menurut hayat dan sifat Bapa. Bagi Allah tidak ada yang mustahil!
Selanjutnya Tuhan berkata, “Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?” Hidup dan tubuh kita itu ada karena Allah, bukan karena kekuatiran kita. Karena Allah menciptakan kita dengan hidup dan tubuh, Dia pasti akan memperhatikan keperluan hidup dan tubuh kita. Umat kerajaan tidak perlu kuatir tentang hal ini. Asal kita hidup di dalam hayat dan sifat Bapa, kita dapat menyerahkan segala kekuatiran kita kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kita (1 Ptr. 5:7). Kita perlu belajar “melemparkan” beban kekuatiran kita kepada Allah, karena terhadap kita, Dia kuat dan adil, juga penuh kasih dan setia.

Mat.6:25-33; 1 Ptr. 5:7

Dari manakah sumber kekuatiran kita? Seorang pria yang belum berkeluarga akan lebih sedikit kekuatirannya daripada saudara yang sudah berkeluarga dan memiliki beberapa anak. Pria yang sudah berkeluarga itu harus memperhatikan istri serta anak-anaknya, dan hal itu membuatnya kuatir. Dulunya, sang istrilah sumber kekuatirannya. Sekarang, setiap melahirkan seorang anak, sumber kekuatirannya pun bertambah. Kekuatirannya mungkin bertambah ketika anaknya bertumbuh dewasa, menikah, melahirkan anak, karena saat itu cucunya akan menjadi sumber kekuatirannya. O, semakin banyak hal yang kita miliki, kekuatiran kita juga semakin banyak, seperti pesawat terbang yang terus berputar-putar di atas kepala kita, semakin lama semakin memusingkan.
Untuk menanggulangi hayat insani kita yang penuh dengan kekuatiran, Tuhan menghendaki kita belajar dari burung-burung di langit dan bunga bakung di ladang (Mat. 6:26, 28). Burung-burung dan bunga bakung sepenuhnya dipelihara oleh Allah, karena itu mereka tidak perlu kuatir. Kalau mata kita tercelik sedikit saja, sehingga nampak bahwa kita adalah anak-anak Bapa, dengan sendirinya segala kekuatiran lenyap, karena Bapa tahu bahwa kita memerlukan semuanya itu (Mat. 6:32). Yang kita perlukan di sini adalah percaya (Mat. 6:30). Asal kita percaya, segala macam kekuatiran pasti sirna.
Tahukah Anda mengapa kita kuatir tentang hari ini dan hari esok? Mengapakah kita seringkali kuatir seperti halnya bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah? Kita kuatir karena Allah belum memiliki kedudukan yang mutlak di dalam kita. Allah belum menjadi yang terutama dalam hidup kita! Itulah sebabnya Tuhan menghendaki kita mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya (Mat. 6:33). Kerajaan Allah adalah realitas Kerajaan Surga hari ini, yakni kehidupan gereja; sedangkan kebenaran Allah adalah Kristus yang diperhidupkan oleh umat kerajaan. Kalau kita mencari Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya lebih dulu, tidak hanya kerajaan-Nya dan kebenaran-Nya yang akan diberikan kepada kita, tetapi semua keperluan kita juga akan ditambahkan kepada kita. Inilah janji Tuhan kepada kita!

Doa:
Tuhan Yesus, cabutlah setiap akar kekuatiran di dalamku. Aku tidak ingin tanah hatiku ditumbuhi oleh semak belukar kekuatiran sehingga menghimpit firman iman di dalamku. Tuhan, aku mau menyerahkan setiap beban kekuatiranku kepada-Mu, karena Engkaulah yang memelihara aku. Kesetiaan-Mu, kasih-Mu, kekuatan-Mu, dan keadilan-Mu adalah jaminan hidupku yang terbaik.

05 August 2007

Matius Volume 4 - Minggu 3 Senin

Kumpulkanlah Bagimu Harta di Surga
Matius 6:20-21
Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.

Uang dapat memikat orang, sebab itu setiap orang mengasihi uang. Tetapi sikap kaum beriman terhadap uang seharusnya berbeda. Karena uang itu memiliki daya pikat, banyak orang yang tertipu olehnya. Orang sering berkata uang adalah “barang yang nyata”. Tetapi Allah berkata uang bisa “lenyap”. Di alam semesta ini, hanya Allah yang nyata! Uang tidak nyata karena uang bisa “terbang ke angkasa seperti rajawali”. Sebab itu uang bersifat “tak menentu” bahkan bisa “tidak dapat menolong lagi” (Ams. 23:5; 1 Tim. 6:17; Luk. 16:9). Firman Allah ini seharusnya mengingatkan kita supaya jangan terpedaya oleh uang, jangan mabuk oleh harta kekayaan, sehingga menganggapnya sebagai barang yang nyata. Begitu kita tertipu, yang tersisa hanyalah kekecewaan dan penyesalan.
Tuhan menganjuri kita mengumpulkan harta di surga. Apa yang kita kumpulkan di surga tidak mungkin rusak atau dicuri, karena di surga tidak ada ngengat, karat, maupun pencuri. Bagaimanakah caranya mengirim harta kita ke surga? Kita dapat mengumpulkan harta di surga dengan cara memberi harta kita kepada orang miskin (Mat. 19:21), memperhatikan orang kudus yang kekurangan (Kis. 2:45; 4:34-35; 11:29, Rm. 15:26), dan menunjang pelayanan hamba-hamba Tuhan (Flp. 4:16-17).
Pada saat uang masih berguna, marilah kita sekuatnya dengan uang mengikat persahabatan dengan uang. Kita dapat melakukannya dengan cara mempersembahkan uang kita untuk membantu orang, atau untuk menunjang pekerjaan Injil guna menyelamatkan orang, supaya kelak ketika uang sudah tidak berguna lagi, ada orang yang menerima kita di dalam kemah abadi (Luk. 16:9). Hanya dengan jalan demikian kita dapat mengumpulkan harta kita di surga hari ini, sehingga kita tidak tertipu dan menyesal di kemudian hari.

Mat. 6:20-24;Ams. 23:5; 1 Tim. 6:17-20; Luk. 16:9

Dalam 1 Timotius 6:17-20 Rasul Paulus menasihati Timotius untuk memperingatkan orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah. Ia juga memperingatkan agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam perbuatan baik, suka memberi dan membagi, dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya untuk mempertahankan dan menikmati segala faedah dari hayat kekal Allah di waktu yang akan datang.
Manusia yang telah tertipu Satan hanya mau menerima tanpa memberi. Sikap itu adalah siasat Satan, yang menyebabkan manusia kehilangan berkat Allah. Cara terbaik untuk diberkati Allah dalam hal materi adalah memberi, bukan menerima, sama seperti yang dilakukan Tuhan sendiri untuk kita. Tuhan sendiri berjanji, lebih berbahagia memberi daripada menerima (Kis. 20:35).
Tuhan Yesus berkata bahwa, “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” Hati sama seperti jarum kompas yang menunjuk kepada yang menariknya. Jika kita mengasihi anak-anak kita lebih daripada Allah, maka hati kita akan tertuju dan berpaling kepada anak-anak kita. Jika kita lebih mengasihi pendidikan, kedudukan, atau uang daripada Allah, hati kita dengan sendirinya akan berpaling kepada hal-hal itu. Begitu hati kita berpaling kepada hal-hal itu, hati kita segera menyimpang dan tidak murni lagi.
Kita tidak dapat melayani dua tuan, mengabdi kepada Allah dan Mamon sekaligus (Mat. 6:24). Hati kita harus berpaling kepada Allah dan hanya melayani Dia. Bagaimana caranya? Harta kita harus terlebih dahulu kita persembahkan kepada Allah. Begitu harta kita dikirim ke surga, hati kita pun segera berada di surga. Hari ini tidak banyak orang Kristen yang batinnya terang. Hal itu dikarenakan mata hati mereka jahat, tidak murni, dan kabur (Mat. 6:23). Hati mereka tidak terfokus kepada Allah, tetapi kepada harta di bumi. Mengumpulkan harta di bumi dapat membuat penglihatan rohani kita kabur. Kiranya kita terdorong untuk mengumpulkan harta kita di surga sehingga batin kita diterangi dan hati kita diluruskan untuk hanya melayani Allah saja.

Doa:
Ya Tuhan Yesus, lepaskanlah aku dari kuasa Mamon yang menjerat sebagian besar orang hari ini. Aku ingin agar hidupku berada di bawah kuasa-Mu, bukan uang. Ya Tuhan, selagi uang masih berguna, aku mau belajar mempersembahkannya demi pekerjaan Injil, perluasan kebenaran, dan menolong orang yang berkekurangan. Dengan harta yang kumiliki, aku mau melayani-Mu dengan mutlak.

03 August 2007

Matius Volume 4 - Minggu 2 Sabtu

Perihal Berpuasa
Matius 6:17-18a
Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi.

Berpuasa adalah salah satu perbuatan benar umat kerajaan yang diperkenan oleh Bapa yang di surga. Walau demikian, cara kita berpuasa janganlah seperti orang munafik. Tuhan berkata, “Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya” (Mat. 6:16). Kita berpuasa disebabkan kita sedang menanggung kehendak Allah, bukan karena ingin dilihat dan dipuji oleh orang. Semakin sedikit orang yang mengetahui bahwa kita sedang berpuasa, semakin baik. Bahkan bila tidak seorang pun mengetahui kalau kita sedang berpuasa, justru itulah yang terbaik. Mengapa? Karena Bapa yang ada di tempat tersembunyi melihat apa yang tersembunyi pula. Dilihat oleh Bapa berarti diperkenan oleh Bapa, dihargai oleh Bapa, juga dibalas/diberi upah oleh Bapa.
Berpuasa berarti melepaskan hak kita yang sah. Dalam hidup manusia, tidak ada perkara yang lebih sah daripada makan. Setelah Allah menciptakan manusia, pengaturan pertama bagi manusia adalah masalah makan. Dalam Kejadian pasal satu, setelah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya, Allah segera menetapkan makanan bagi manusia. Jadi, makan adalah sah bagi manusia. Karena itu berpuasa berarti, demi menanggung kehendak Allah, kita rela melepaskan hak yang sangat sah tersebut. Karena berpuasa berarti melepaskan hak yang sah, maka atas banyak hal kita pun harus belajar melepaskan hak yang sah. Jika dalam kehidupan sehari-hari masih tidak bisa melepaskan hak kita yang sah, lalu hanya melakukan tindakan berpuasa, berpuasa yang demikian tidak ada artinya. Karena itu, meskipun kita tidak setiap hari berpuasa, namun setiap hari kita hidup di dalam prinsip berpuasa.

Mat. 6:16-18

B erpuasa adalah semacam pernyataan yang muncul dengan sendirinya dari seseorang yang menerima satu tanggung jawab yang besar di hadapan Allah. Pada saat demikian, ia dengan sendirinya akan berpuasa. Ketika kita menerima satu perkara yang besar dari Allah dan di dalam kita ada perasaan yang sangat dalam, tanpa harus sengaja berpuasa kita sudah berpuasa. Selain itu, berpuasa merupakan pernyataan bahwa seseorang berdiri di pihak Allah untuk menentang Iblis. Lebih jauh lagi, berpuasa berarti tidak memperhatikan dirinya sendiri, bahkan tidak menyayangi jiwanya. Inilah yang dikatakan sebagai orang yang tidak memperhatikan hidup atau mati. Makan sangat berkaitan dengan keberadaan manusia; tanpa makan, manusia bisa mati kelaparan. Arti berpuasa ialah aku rela mati, asalkan perkara ini tergenapi. Aku bergumul dengan mati dan hidup, bahkan sampai mati tidak akan rela membiarkan perkara ini lewat, lebih baik mati namun bisa membiarkan perkara ini terus maju. Pergumulan yang demikian inilah pernyataan yang sejati dari berpuasa.
Di satu pihak, orang Kristen memang tidak boleh sembarangan berpuasa, di pihak lain, orang Kristen harus belajar berpuasa. Orang Kristen yang tidak pernah berpuasa adalah orang Kristen yang bermasalah. Jika selamanya kita tidak pernah merasakan bahwa Allah telah mengamanatkan satu tanggung jawab yang berat kepada kita, ini menyatakan bahwa kita tidak pernah ada satu sikap yang teguh yang menyatakan kepada Allah bahwa kita mau kehendak Allah, kita mau berdiri di pihak Allah. Kita memandang perkara Allah sebagai hal yang tak berarti, remeh, boleh memberitakan Injil, juga boleh tidak memberitakan Injil; orang dosa beroleh selamat itu baik, tidak beroleh selamat juga baik; semuanya tidak penting, kita hanya berdoa bagi mereka, setelah berdoa, kita masih bisa bersenang-senang dan makan minum. Jika sikap kita begitu, kita benar-benar orang Kristen yang tidak wajar! Asal kita mau sedikit saja bersimpati kepada hati Allah, pasti beban Injil akan melanda kita; kita akan berdoa, “Ya Allah, di sini Engkau harus menyelamatkan sejumlah orang, jika tidak, aku tidak bisa makan, tidak bisa minum.” Inilah berdoa puasa.

Doa:
Ya Bapa, ampunilah aku karena besarnya keperluan-Mu belum dapat membuat aku berpuasa dan berdoa. Aku mohon terangilah aku, perlihatkanlah keperluan-Mu yang besar itu, maka aku akan belajar melepaskan hakku yang sah atas makanan, berpuasa dan berdoa demi keperluan-Mu. Ya Bapa, ajarlah aku untuk hidup dalam prinsip berpuasa.

02 August 2007

Matius Volume 4 - Minggu 2 Jumat

Perihal Mengampuni dan Diampuni
Matius 6:14-15
Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.

Mengampuni berarti melupakan dan membebaskan. Orang Kristen mudah gagal dalam hal mengampuni orang lain. Kalau di antara anak-anak Allah terdapat sikap yang tidak mau mengampuni, semua pelajaran, iman, dan kuasa akan bocor. Semua anak-anak Allah memerlukan perkataan yang sederhana ini. “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga.” Menerima pengampunan Bapa sangatlah mudah. Namun, “Jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.”
Kita harus dapat mengampuni kesalahan orang lain dari dalam hati kita. Kalau kita mengampuni orang lain hanya dengan mulut, tetapi tidak mengampuni dalam hati, dalam pandangan Bapa itu bukanlah pengampunan. Pengampunan yang hanya di mulut adalah kosong dan menipu, dan tidak terhitung di hadapan Bapa. Charles H. Spurgeon pernah berkhotbah perihal mengampuni orang lain. Ia ingin menunjukkan bahwa orang Kristen pun sulit mengampuni orang lain. Kita mengira telah mengampuni seseorang, tetapi pengampunan kita itu dapat dibandingkan dengan menguburkan seekor anjing mati dengan membiarkan ekornya kelihatan. Kita mungkin berkata, “Dia telah bersalah kepadaku, tetapi aku telah mengampuni dia.” Inilah yang dimaksud dengan memperlihatkan “ekor anjing” itu.
Jika kita benar-benar telah mengampuni seseorang, kita harus juga melupakan kesalahannya. Begitu kita mengampuni seseorang dalam satu perkara, kita tidak boleh menyinggungnya lagi. Setiap kali kita menyinggung satu kesalahan yang sebenarnya telah kita diampuni, itu berarti kita belum membebaskan orang yang bersalah kepada kita, belum terhitung mengampuni. Mengampuni berarti melupakan, selamanya tidak akan membicarakannya lagi.

Mat. 6:14-15; 18:23-35

Sebagaimana murid-murid waktu itu memerlukan perkataan Tuhan tentang mengampuni kesalahan orang lain, kita juga hari ini memerlukan perkataan yang sama. Kalau orang Kristen tidak dapat didamaikan dan kalau mereka tidak mengampuni kesalahan orang lain dari dalam hati mereka, maka gereja akan menghadapi masalah. Kalau kita tidak hidup di dalam kehidupan gereja, kalau kita masing-masing ingin menempuh cara kita sendiri, kita tidak perlu mengampuni satu sama lain. Tetapi bila kita ingin menempuh kehidupan gereja, memiliki persekutuan yang tepat dengan Tuhan dan kaum beriman lain, kita harus belajar mengampuni.
Tuhan tahu bahwa semakin banyak kita berkomunikasi dan bersekutu satu sama lain, semakin perlu kita mengampuni satu sama lain. Jika kita tidak saling mengampuni, kita mudah memberi tempat kepada Iblis. Jika kita tidak bisa saling mengampuni, kita bukanlah umat kerajaan, dan kita tidak bisa melakukan pekerjaan kerajaan. Tidak ada orang yang tidak mau mengampuni bisa berada dalam pekerjaan kerajaan, dan tidak ada orang yang tidak mau mengampuni bisa menjadi orang yang berada dalam kerajaan. Bila di antara kita dengan saudara dan saudari timbul masalah, berarti kita bermasalah dengan Tuhan. Kita tidak bisa berdoa kepada Tuhan di satu pihak, dan tetap tidak mau mengampuni di pihak lain. Saudara saudari, ini bukanlah perkara yang sepele. Kita harus memperhatikan apa yang diperhatikan Tuhan. Kita harus sekuatnya berusaha mengampuni kesalahan orang lain.
Jika seseorang telah diampuni, tetapi tidak mau mengampuni orang lain; telah menerima belas kasihan, tetapi ia tidak mau mengasihani orang lain, maka orang itu adalah orang yang paling jahat di mata Allah. Tidak ada perbuatan yang lebih buruk daripada perbuatan ini. Kita harus menyadari bagaimana Tuhan memperlakukan kita, kita pun harus demikian memperlakukan orang lain. Kalau orang yang menerima kasih karunia menolak memberikan kasih karunia, itu suatu perbuatan yang tidak selayaknya. Orang yang berhutang tetapi menagih hutang; perbuatan itu tidak dibenarkan Allah. Orang yang berhutang mengingat-ingat hutang orang lain, perbuatan demikian dibenci Allah (Mat. 18:23-35).

Doa:
Ya Bapa, pengampunan-Mu itu sempurna dan tuntas sehingga Engkau melupakan semua kesalahanku. Namun aku mengakui, dalam hal mengampuni sesamaku, seringkali tidak tuntas, tidak bisa sepenuhnya melupakan. Bapa, hari ini aku bertobat, aku mau melupakan semua kesalahan sesamaku sebagaimana Engkau telah melupakan semua kesalahanku.

01 August 2007

Matius Volume 4 - Minggu 2 Kamis

Berdoa bagi Keperluan Kita (2)
Matius 6:13
Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. [Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.]

Tatkala kita menempuh jalan Kerajaan Surga, pencobaan-pencobaan pun akan semakin besar. Bagaimanakah seharusnya kita menangani situasi ini? Kita harus berdoa kepada Tuhan, “Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.” Kita tidak boleh menjadi demikian percaya diri sehingga berani menghadapi pencobaan. Karena Tuhan mengajarkan kita berdoa demikian, maka kita pun harus berdoa agar Dia jangan membawa kita ke dalam pencobaan. Kita tidak mengetahui kapankah pencobaan itu akan datang, tetapi sebelumnya kita dapat berdoa agar Tuhan tidak membawa kita ke dalam pencobaan. Doa semacam ini adalah untuk perlindungan.
Sebelum pencobaan datang menimpa kita, lebih baik kita berdoa agar Tuhan tidak membawa kita ke dalam pencobaan. Hanya hal-hal yang diizinkan Tuhanlah yang boleh datang kepada kita; tetapi segala sesuatu yang tidak diizinkan-Nya harus kita doakan agar jangan terjadi pada kita. Kalau tidak demikian, kita akan dihujani dengan peperangan melawan pencobaan dari fajar hingga senja, sehingga kita tidak dapat melakukan apa-apa lagi. Kita harus berdoa kepada Tuhan supaya Dia tidak membawa kita ke dalam pencobaan, sehingga kita tidak menjumpai hal-hal yang seharusnya tidak kita temui atau mengalami hal-hal yang seharusnya tidak terjadi pada kita.
Kita bukan hanya harus mohon Tuhan “janganlah membawa kami ke dalam pencobaan” saja, tetapi juga “lepaskanlah kami dari yang jahat (si jahat itu, Tl.).” Tidak peduli di mana tangan Iblis bekerja, apakah pada masalah makanan sehari-hari, menuduh hati nurani kita, atau pada pencobaan yang diizinkan kepada kita, kita perlu berdoa supaya Tuhan melepaskan kita dari yang jahat. Dengan perkataan lain, kita tidak berharap untuk jatuh ke dalam tangan si jahat dalam perkara apa pun. Doa yang demikian akan melindungi kita.

Mat. 6:13; 12:28; Luk. 10:19

Terakhir, Tuhan mengajar kita untuk memanjatkan tiga butir pujian: “Karena Engkaulah yang punya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin” (Mat. 6:13b). Pujian ini memberi tahu kita bahwa Kerajaan adalah milik Bapa, kuasa adalah milik Bapa, dan kemuliaan adalah milik Bapa. Ketiga hal yang perlu kita puji ada kaitannya dengan kelepasan dari yang jahat. Ketiga hal itu juga terkait dengan seluruh doa yang Tuhan ajarkan. Kita berdoa agar Tuhan melepaskan kita dari yang jahat karena Kerajaan adalah milik Bapa, bukan milik Iblis; karena kuasa adalah milik Bapa, bukan milik Iblis; dan karena kemuliaan adalah milik Bapa, bukan milik Iblis. Fakta ini membuat kita dapat terhindar dari tangan Iblis.
Mengenai kuasa, kita harus ingat firman Tuhan. Dia berkata, “Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa atas segala kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu” (Luk. 10:19). Kuasa yang Dia berikan dapat membuat kita mengalahkan semua kuasa musuh. Karena Kerajaan, kuasa, dan kemuliaan semuanya milik Allah, maka orang-orang milik Allah bisa terlepas dari semua pencobaan dan terlepas dari tangan Iblis.
Dalam Perjanjian Baru, nama Tuhan menyatakan kuasa, sedangkan Roh Kudus menyatakan kekuatan. Semua kuasa ada di dalam nama Tuhan, sedangkan semua kekuatan ada di dalam Roh Kudus. Roh Kudus adalah kekuatan Allah. Kerajaan menyatakan pemerintahan surga dan kuasa Allah, sedangkan kekuatan menyatakan bahwa semua kekuatan ada di dalam Roh Kudus. Ketika Allah bergerak, Roh Kudus menjadi kekuatan-Nya. Karena Kerajaan adalah milik Allah, maka Iblis tidak ada tempat untuk melaksanakan pemerintahannya. Iblis tidak dapat menjamah Roh Kudus, karena di dalam Roh Kudus ada kekuatan Allah. Matius 12:28 memberi tahu kita bahwa ketika setan-setan “membentur” Roh Kudus, mereka terusir keluar. Terakhir, kemuliaan juga milik Allah. Sebab itu, kita dapat mengumumkan dan dengan lantang memuji: “Karena Engkaulah yang punya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.”

Doa:
Ya Bapa, lindungilah aku dari setiap pekerjaan si jahat yang bermaksud membawa aku ke dalam perangkap jahatnya. Bapa, Aku bersyukur atas setiap perkara yang Kau aturkan terjadi dalam hidupku, namun aku menolak setiap rancangan si jahat itu yang berusaha menjatuhkan aku. Dalam perkara apapun, jangan biarkan aku jatuh ke dalam tangan si jahat.